KORUPSI DAN KERUGIAN
NEGARA YANG BERLIPAT STUDI KASUS TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN BENDA SITAAN DAN
RAMPASAN NEGARA HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI PADA RUPBASAN KELAS II PURWOKERTO
S. Agung Kalbuadi 1, Ipoeng Martha Marsikun 2, Denok Kurniasih3, Muslih
Faozanudin4
Magister Administrasi
Public, Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
Email: s.kalbuadi@mhs.unsoed.ac.id
Abstrak
Korupsi merupakan
suatu tindakan yang sangat merugikan negara. Uang hasil
korupsi biasanya sudah dimanfaatkan
oleh koruptor untuk membeli
aset- aset baik bergerak maupun tidak bergerak, apabila aset tersebut
menjadi barang bukti dan disita oleh negara, maka akan terjadi
kerugian negara dalam penangananya dari tahap penyidikan sampai incraht putusan pengadilan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bagaimana aset- aset hasil tindak
pidana korupsi menambah kerugiaan negara dalam proses penegakan hukum dari penyidikan
sampai dengan incraht. Dengan menggunakan metode
analisis diskriptif kualitatif. Dengan demikian maka diharapkan dapat
diketemukan model yang lebih baik untuk mengatasi kendala yang ada sehingga
dimasa mendatang dapat dibuatkan aturan guna mengurangi
kerugian negara terhadap pengelolaan
aset-aset tindak pidana korupsi.
Kata
kunci: Korupsi, Kerugian, Pengelolaan, benda sitaan
Abstract
Corruption is an act that is very detrimental to the
state. Corruption proceeds are usually used by corruptors to purchase assets,
both movable and immovable, if these assets become evidence and are confiscated
by the state, then there will be losses for the state in handling them from the
investigation stage to obtaining a court decision. This study aims to find out
how assets resulting from corruption crimes add to state losses in the law
enforcement process from investigation to incraht. By
using a qualitative descriptive analysis method. Thus, it is hoped that a
better model can be found to overcome the existing constraints so that in the
future regulations can be made to reduce state losses from the management of
assets of corruption.
Keywords: Corruption, loss, management, confiscated goods
Pendahuluan
Secara etimologi, korupsi berasal dari bahasa latin
corruption dari kata kerja corrumpere
yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyuap (Hasan, 2019). Makna ini bersesuaian dengan penjelasan Aristotle dalam karyanya De Generatione et Corruptione bahwa korupsi (corruption), sebagai lawan
dari pembentukan/ pembangkitan (generation), mengacu
pada sesuatu yang mengalami
kemerosotan, atau yang binasa (Endro, 2017).
Praktek- praktek korupsi sudah terjadi sejak jaman romawi, sekitar tahun 1200 sebelum masehi, di jaman kekaisaran Romawi, Hammurabi dari Babilonia memerintahkan kepada seorang gubernur provinsi untuk menyelidiki suatu perkara penyuapan (Tawang, 2020). Sampai sekarang masih sering terdengar
kabar praktek rasuah yang
sangat merugikan masyarakat
tidak hanya suap tapi sudah berkembang sesuai dengan keinginan
para oknum untuk memperkaya
diri sendiri. Bentuknya beragam ada yang menyebut uang pelicin, uang administrasi, uang fotocopy, uang
rokok atau apapun yang mereka pungut diluar ketetentuan
yang berlaku (Hamson & Makkah,
2021).
Selanjutnya Syed Hussein Alatas membedakan tipologi korupsi, yaitu: a) Korupsi Transaktif (transactive
corruption), yaitu korupsi
yang menunjukkan adanya kesepakatan timbal-balik antara pihak pemberi
dan penerima demi keuntungan
bersama dan kedua pihak aktif menjalankan
perbuatan tersebut. b) Korupsi Ekstroaktif (extortive
corruption), yaitu korupsi
yang menyertakan tekanan di
mana pihak pemberi dipaksa menyuap untuk mencegah kerugian yang mengancam dirinya, kepentingannya, dan hal-hal yang dihargainya. c) Korupsi Insentif (insentive corruption), yaitu korupsi dalam
bentuk penawaran barang atau jasa
tanpa ada hubungan langsung dengan keuntungan yang akan diperoleh, selain keuntungan yang diharapkan di masa yang akan datang. d) Korupsi Suportif (supportive corruption), yaitu
korupsi dengan penciptaan suasana kondusif untuk melindungi dan mempertahankan keberadaan korupsi yang sudah ada. e) Korupsi Nepotistik (nepostistic corruption), yaitu korupsi yang menunjukkan pemberian perlakuan khusus kepada teman
atau keluarga yang mempunyai hubungan dalam rangka menduduki
jabatan publik yang bertentangan dengan norma dan aturan yang berlaku. f) Korupsi Defensif (defensive corruption), yaitu
korupsi yang dilakukan
untuk mempertahankan diri dari pemerasan. Orang yang memeras merupakan pelaku korupsi, sedang korban pemerasan bukan pelaku korupsi. g) Korupsi Autogenik (autogenic corruption), yaitu
korupsi yang dilakukan secara individu untuk mendapatkan keuntungan atas pengetahuan dan pemahaman yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Di Indonesia praktek
korupsi tumbuh subur hampir disemua
elemen birokrasi, di era
reformasi yang diharapakan menjadi
era baru setelah orde baru yang dianggap korup, malah semakin menjadi jadi dari
atas sampai bawah ada praktek
korupsi seiiring desentralisasi kekuasaan (Syahroni &
Sujarwadi, 2018). Harapan untuk perubahan yang lebih baik tentunya sangat ditunggu- tunggu oleh masyarakat, upaya melawan korupsi
dapat dilakukan dengan merubah mindset/pola pikir masyarakat
pada umumnya dan para penyelenggara
negara pada khususnya, selain
juga meniadikan lingkungan maupun sistem yang mendukung adanya tindakan anti korupsi. Dimulai dari diri
sendiri dan hal terkecil (Nastiti et al., 2020).
Koruptor telah membelajakan
hasil korupsinya dengan berbagai asset, baik bergerak maupun tidak bergerak. Persoalan baru muncul ketika asset- asset tersebut disita oleh negara karena terkait kasus korupsi (Bayuaji, 2019). Negara yang telah dirugikan oleh praktek- praktek korupsi, harus juga menanggung pengelolaan barang- barang sitaan hasil
tindak pidana korupsi dari tahap penyidikan hingga mendapat putusan pengadilan yang tetap/ Incracht (Setiawan, 2022).
Barang- barang sitaan
negara hasil tindak pidana berdasarkan UU No. 8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana Pasal 44 ayat 1 bahwa Benda Sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Lestari, Trisna, &
Effida, 2020). Selanjutnya sering
disebut Rupbasan, merupakan satu- satunya tempat sah untuk menyimpan barang sitaan berdasarkan
KUHP. Sehingga semua barang-
barang sitaan negara hasil tindak pidana
harus disimpan di Rupbasan. Termasuk barang sitaan hasil
tindak pidana korupsi. Dalam proses pengelolaan barang-barang sitaan tersebut mengeluarkan banyak biaya agar dapat terjada kualitas dan manfaatnya seiring berjalanya proses peradilan (Shadiq, 2018).
Metode
Penelitian ini menggunakan metode
pendekatan metode
empiris dengan spesifikasi Penelitian bersifat deskriptif analitis. Hal ini
disebabkan karena penelitian ini berupaya untuk menggambarkan tentang Kerugian negara yang ditimbulkan
dalam pengelolaan barang sitaan hasil
tindak pidana korupsi. Analisis bahan dalam penelitian ini
menggunakan diskriptif kualitatif, digunakan untuk menganalisis Kerugian negara untuk mengelola
barang sitaan
Tindak Pidana Korupsi.
Hasil dan Pembahasan
Negara sangat dirugikan oleh ulah
para koruptor. Berdasarkan data Indonesia Coruption Wacth (ICW), pada tahun
2021 potensi kerugian negara sebagai berikut :
Sumber : Indonesia Coruption
Wacth
Berdasarkan
data di atas dapat diketahui potensi kerugian negara hasil tindak pidana
korupsi pada tahun 2021 sebesar Rp. 29,438 Triliun. Besarnya kerugian negara
tersebut menjadi semakin miris jika melihat situasi krisis sekarang ini, dimana
dibutuhkan banyak uang untuk penanganan krisis dan upaya untuk bangkit dari
krisis Kesehatan dan berlanjut menjadi krisis ekonomi.
Banyak asset yang dikorupsi telah
berubah wujud menjadi benda baik bergerak maupun tidak bergerak. Karena
tersangkut kasus korupsi maka benda- benda tersebut harus di sita oleh negara
dalam proses hukum. Sebagai contoh Kasus eks Bupati Banjarnegara, Budi
Sarwono yang tersangkut korupsi pengadaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara
tahun 2017-2018 dan gratifikasi, terdapat beberapa barang yang disita oleh
penyidik KPK dan dititipkan di Rupbasan Purwokerto.
Sumber : Dok. Rupbasan
Purwokert
Rincian barang sitaan penyidik KPK
dalam kasus korupsi Bupati Banjarnegara dapat dilihat pada gambar berikut :
Sumber : Data Rupbasan
Purwokerto
Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa terdapat 5 Unit kendaraan bermotor yang
dititipkan oleh penyidik KPK di Rupbasan Purwokerto dengan nilai asset sebesar
Rp. 1.185.000.000,- (Satu Miliar seratus delapan puluh lima juta rupiah).
Apabila
benda-benda tersebut telah disita maka diperlukan langkah-langkah dalam
pengelolaan benda sitaan tersebut agar selalu terwat dengan baik, dan tidak
mengalami penurunan nilai asset yang drastis. Pengelolaan
barang sitaan negara diatur dalam Pemenkumham No. 16 Tahun 2014 tentang Tata
Cara Pengelolaan Barang Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara, untuk selanjutnya untuk petunjuk teknis
pelaksanaanya dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
PAS-140.PK.02.01 Tahun 2015. Salah satu poin pentingnya adanya tugas untuk
pemeliharaan Barang sitaan dan Barang Rampasan yang sering disebut Basan Baran,
untuk menjaga kualitasnya.
Rupbasan bertanggung jawab atas
pemeliharaan fisik Basan Baran,
dalam pelaksanaan tugas pemeliharaan dilaksanakan oleh petugas pemelihara..
Petugas pemelihara bertugas :
1.
Melakukan pemeliharaan fisik Basan
dan Baran secara
berkala sesuai
dengan Standar pemeliharaan Basan dan Baran;
2.
Menginventarisir Basan dan Baran yang
memerlukan pemeliharaan khusus;
3.
Dalam melakukan pemeliharaan Basan
dan Baran dapat mengikut sertakan pihak ketiga
atas izin Kepala Rupbasan;
4.
Mencatat hasil pemeliharaan pada
kartu pemeliharaan dan menggantungkanya
pada Basan dan Baran;
5.
Mencatat hasil pemeliharaan ke dalam
buku pemeliharaan;
6.
Melaporkan hasil pemeliharaan Basan
dan Baran kepada Kepala Rupbasa
melalui pejabat Administrasi;
7.
Mencatat dan melaporkan kepada Kepala
Rupbasan untuk diberitahukan kepada
instansi yang bertanggung jawab secara yuridis jika terjadi kerusakan atau
penyusutan Basan dan Baran.
Maksud pemeliharaan adalah untuk
memelihara dan merawat fisik Basan dan
Baran selama disimpan di Rupbasan. Sedangkan tujuan pemeliharaan adalah untuk
mencegah terjadinya kerusakan Basan dan Baran selama disimpan di Rupbasan.
Tata Cara Pemeliharaan Basan dan
Baran dibagi menjadi 2 (dua) jenis pemeliharaan yaitu:
1.
Pemeliharaan Basan dan Baran umum;
2.
Pemeliharaan Basan dan Baran khusus.
Berikut ini adalah
tabel hasil pengelolaan Basan dan Baran Umum dan Khusus:
A. TINGKAT KEPOLISIAN.
B. TINGKAT KEJAKSAAN.
C. TINGKAT PENGADILAN NEGERI
D. PENGADILAN TINGGI, MAHKAMAH AGUNG DAN
EKSEKUSI
Kegiatan pemeliharaan dilaksanakan
menggunakan metode Preventive Maintenance secara berkala sesuai waktu yang
ditentukan berdasarkan standar pemeliharaan Basan dan Baran. Untuk benda sitaan
tertentu memerlukan pemeliharaan yang segera dapat dilaksanakan pemeliharaan
secara darurat (Emergency).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam kegiatan pemeliharaan Basan dan Baran di Rupbasan adalah :
1.
Pemeliharaan Basan dan Baran di Rupbasan dilaksanakan
jenis dan sifat Basan Baran itu sendiri di
Gudang tempat penyimpanan.
2.
Pemeliharaan Basan dan Baran
dilaksanakan:
a.
Secara berkala yaitu dilakukan
minimal dua kali seminggu;
b.
Secara darurat yaitu dilakukan segera terhadap benda sitaan tertentu yang memerlukan perawatan/ pemeliharaan;
3. Memperhatikan
secara khusus terhadap benda sítaan tertentu yang berbahaya,
berharga dan lain-lain;
4. Mencatat
dan melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab secara yuridis jika terjadi
kerusakan dan atau penyusutan terhadap benda sitaan;
5. Mencatat
dan menilai hasil-hasil dari kegiatan pemeliharaan;
6. Membuat
laporan kegiatan pemeliharaan yang ditandatangani oleh pejabat yang
membidangi pemeliharaan Basan;
7. Mendokumentasikan
dan mengarsipkan laporan pemeliharaan.
Dokumentasi Pemeliharaan
Barang Sitaan hasil tindak pidana
korupsi oleh KPK yang disimpan
di Rupbasan Purwokerto.
Pencucian KBM roda 4
Pengisian BBM
Pengecekan Kondisi Mesin secara berkala
Barang- barang sitaan yang dipelihara dengan baik tentunya memerlukan
biaya yang tidak sedikit. Berikut disampaikan data anggaran program
teknis untuk pengeloaan Basan Baran pada Rupbasan di Jawa Tengah :
Sumber: Pagu Anggaran
TA 2022 Kanwil Kemenkumham Jateng
Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada tahun anggaran 2022 untuk biaya pengelolaan barang sitaan yang tersimpan di Rupbasan Wilayah Jawa Tengah sebesar Rp. 1.435.195.000,- (Satu milyar empat ratus tiga puluh lima juta seratus Sembilan puluh lima ribu rupiah).
Tingginya biaya yang
dikeluarkan negara untuk mengelola
barang- barang sitaan yang salah satunya hasil tindak pidana
korupsi merupakan suatu permasalahan yang harus segera dicarikan
solusi, supaya negara tidak dirugikan berkali- kali atas tindakan rasuah yang dilakukan oleh koruptor (Sari,
2022).
Kesimpulan
Dari hasil penelitian
di atas dapat disimpulkan Negara sangat dirugikan
oleh tindakan koruptor, besarnya angka yang dikorupsi menjadikan beban negara sehingga kegiatan- kegiatan pembangunan yang direncanakan akan gagal karena
ketebatasan moneter. Kerugian negara terhadap aksi korupsi tidak berhenti
pada saat pengungkapan kasus. Benda- benda sitaan hasil tindak
pidana korupsi dalam suatu proses peradilan sampai mendapatkan keputusan hukum tetap (Incracht),
harus dikelola dengan baik supaya tidak terjadi penurunan
nilai dan fungsi asset. Dalam proses pengelolaan benda sitaan tersbut
membutuhkan biaya yang banyak dan dibebankan kepada negara. Hal itu membuat
negara kembali dirugikan dirugikan dengan harus mengeluarkan banyak biaya untuk mengelola benda- benda sitaan hasil
tindak pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Bayuaji, Rihantoro. (2019). Prinsip
hukum perampasan Aset koruptor dalam perspektif tindak pidana pencucian uang.
Laksbang Justisia.
Endro, Gunardi. (2017). Menyelisik
Makna Integritas dan Pertentangannya dengan Korupsi. Integritas: Jurnal
Antikorupsi, 3(1), 131–152.
Hamson, Zulkarnain, & Makkah, H.
M. (2021). Membedah Anatomi Korupsi. Penerbit NEM.
Hasan, Khairuddin. (2019). Peran
Pendidikan Islam Terhadap Pencegahan Korupsi. At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Prodi
Pendidikan Agama Islam, 81–97.
Lestari, Rachmatika, Trisna, Nila,
& Effida, Dara Quthni. (2020). Tanggung Jawab Rumah Penyimpanan Benda
Sitaan Negara Dalam Pengelolaan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan Hasil Tindak
Pidana. Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum Dan Keadilan, 4(2).
Nastiti, Hafidha, Fazri, Kevin
Alfian, Pratama, Renaldo Adi, Ashshiddiqie, Muhammad Iqbal, Salsabila, Hana,
Pasha, Ongko Fatahilah, Alvionita, Vinny, Rasyidi, Muhammad Farhan, Ayunin,
Yunia Khurota, & Maulidan, Moh Fiqih Aldy. (2020). Media Kiblat Baru
Politik Indonesia (Vol. 7). Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Malang bekerjasama dengan ….
Sari, Intan Permata. (2022). Kebijakan
Reformulasi Ketentuan Pidana Denda Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Dikaitkan Dengan Rasa Keadilan Korban Di Indonesia. Universitas Islam Riau.
Setiawan, Yogi Nugraha. (2022). Eksekusi
Barang Sitaan Berupaaset Tidak Bergerak Hasil Tindak Pidana Korupsi.
Shadiq, Milzam. (2018). Tata Cara
Pemeriksaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.
Syahroni, Maharso, & Sujarwadi,
Tomy. (2018). Korupsi, bukan budaya tetapi penyakit. Deepublish.
Tawang, Dian Adriawan Dg. (2020).
Suap Dalam Tidak Pidana Korupsi Yang Ditangani Oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi. Hukum Pidana Dan Pembangunan Hukum, 3(1).