PENGARUH JOB-RELATED UNCERTAINTY, JOB-RELATED ANXIETY, DAN JOB FRUSTRATION TERHADAP JOB DISENGAGEMENT PADA ORGANISASI

 

Sarah Hidayat1, Tiara Puspa2

1, 2 Universitas Trisakti

Email : sarahhidayat04@gmail.com1, tiara.puspa@trisakti.ac.id2

 

Abstrak

Bagi seorang individu, pekerjaan memberikan peluang untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan sekaligus menjadi pintu gerbang untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Meskipun sangat sedikit yang mencari jalan untuk mencapai aktualisasi diri yang dapat mengarah pada perbuatan apa yang diinginkan hati mereka. Kecenderungan seorang karyawan adalah untuk terus melacak kemajuan di pekerjaan, pengembangan pribadi, atau up-gradasi tentang tujuan diri.Frustrasi karyawan yang timbul karena aspirasi promosi. Ini menjadi sebuah kebutuhan ego, frustrasi karena penyumbatan hasil yang diinginkan, untuk alasan apa pun dapat menyebabkan kerusakan komunikasi antara karyawan dengan organisasi. Putusnya komunikasi dapat menyebabkan terbentuknya penghalang psikologis yang menghalangi karyawan untuk mengakses atau bahkan mencari lebih banyak informasi yang relevan. Karyawan yang paling frustrasi adalah orang-orang yang paling sedikit mengetahui visi dan misi organisasi. Ini mungkin berarti kegagalan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah di pihak organisasi serta individu di mana keduanya akan kalah, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration terhadap job disengagement pada karyawan PT BCA di Jakarta. Peneliti menggunakan metode survey research sebagai pengumpulan data dengan responden enam puluh tujuh. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode regresi linear berganda. Hasil dari penelitian antara job-related anxiety dan job frustration hanya job-related uncertainty yang tidak berpengaruh positif terhadap job disengagement. Perusahaan perlu memberikan fasilitas yang mendukung pekerjaan dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkualitas.

 

Kata kunci: Job-related Uncertainty, Job-related Anxiety, Job Frustration, Job Disengagement.

 

Abstract

Bagi seorang individu, pekerjaan memberikan peluang untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan sekaligus menjadi pintu gerbang untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Meskipun sangat sedikit yang mencari jalan untuk mencapai aktualisasi diri yang dapat mengarah pada perbuatan apa yang diinginkan hati mereka. Kecenderungan seorang karyawan adalah untuk terus melacak kemajuan di pekerjaan, pengembangan pribadi, atau up-gradasi tentang tujuan diri.Frustrasi karyawan yang timbul karena aspirasi promosi. Ini menjadi sebuah kebutuhan ego, frustrasi karena penyumbatan hasil yang diinginkan, untuk alasan apa pun dapat menyebabkan kerusakan komunikasi antara karyawan dengan organisasi. Putusnya komunikasi dapat menyebabkan terbentuknya penghalang psikologis yang menghalangi karyawan untuk mengakses atau bahkan mencari lebih banyak informasi yang relevan. Karyawan yang paling frustrasi adalah orang-orang yang paling sedikit mengetahui visi dan misi organisasi. Ini mungkin berarti kegagalan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah di pihak organisasi serta individu di mana keduanya akan kalah, Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration terhadap job disengagement pada karyawan PT BCA di Jakarta. Peneliti menggunakan metode survey research sebagai pengumpulan data dengan responden enam puluh tujuh. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode regresi linear berganda. Hasil dari penelitian antara job-related anxiety dan job frustration hanya job-related uncertainty yang tidak berpengaruh positif terhadap job disengagement. Perusahaan perlu memberikan fasilitas yang mendukung pekerjaan dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkualitas.

 

Keywords: Job-related Uncertainty, Job-related Anxiety, Job Frustration, Job Disengagement.

 

PENDAHULUAN

Salah satu bentuk perlindungan diri karyawan dari ancaman yang dirasakan dalam krisis organisasi ialah dengan job disengagement. Job disengagement merupakan keadaan psikologis internal di mana individu terputus dari pekerjaan mereka (Kahn, 1990). Disengagement merupakan respons yang disengaja yang dihasilkan dari tidak adanya kebermaknaan, keamanan, dan/atau ketersediaan dalam konteks kerja sehingga ketika pelepasan pekerjaan terjadi, itu bukan keadaan permanen, melainkan kondisi yang bergantung pada lingkungan kerja dan terwujud dalam perilaku yang menempatkan jarak fisik, mental, dan emosional antara pekerja, rekan kerja mereka, dan pekerjaan mereka. Jarak fisik dari pekerjaan disertai dengan banyaknya kebutuhan juga memiliki tingkat jarak psikologis karena pekerja berjuang untuk mengatasi benturan pekerjaan dan juga kehidupan rumah tangga yang akut. Hal ini terkait dengan peningkatan niat berpindah, kinerja kerja yang buruk, hilang perilaku ekstra-peran, komitmen organisasi yang lebih rendah dan psikologis yang lebih buruk dan kesehatan fisik (Afrahi et al., 2022).

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi job disengagement, yaitu job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration. Job-related uncertainty atau ketidakpastian terkait pekerjaan karyawan dikaitkan dengan ketegangan psikologis yang lebih tinggi (Van der Voet and Vermeeren, 2017), kepuasan kerja yang lebih rendah, dan niat berpindah yang lebih tinggi (Rafferty and Griffin, 2006). Bukti tentang reaksi karyawan yang tidak menguntungkan terhadap ketidakpastian yang dirasakan dan asumsi bahwa job-related uncertainty merusak penilaian karyawan terhadap kebermaknaan, keamanan dan/atau ketersediaan.

Gagasan inti pelepasan, umum untuk semua teori, adalah menjauhkan diri secara emosional, kognitif, dan fisik dari bekerja. Secara praktis, teori pelepasan kerja setuju bahwa sumber daya kerja mendorong keterlibatan dan tuntutan kerja mendorong pelepasan kerja, baik karena mereka adalah rangsangan stres (Folkman, 2013) atau mereka mengubah keamanan psikologis dan kebermaknaan pekerjaan (Kahn, 1990).  Kecemasan kerja sebagai fenomena klinis spesifik yang berbeda dari kecemasan umum (Linden, Muschalla and Olbrich, 2008) (Linden and Muschalla, 2007) (Muschalla, 2014) di mana ketidakhadiran karena sakit lebih terkait dengan kecemasan kerja daripada kecemasan non-spesifik (Linden and Muschalla, 2007) (Muschalla, 2014). Kecemasan dapat berupa stimulus terkait (keadaan kecemasan) atau bersifat umum. Hal ini muncul dalam berbagai cara termasuk sebagai kekhawatiran, reaksi fobia, panik, dan serangan.

Menurut model keadaan-sifat-kecemasan, kerentanan individu terhadap reaksi kecemasan-keadaan akut sebagian tergantung pada tingkat sifat kecemasan (Lazarus, 1991) (Lazarus, 1991). Satu jenis kecemasan-keadaan adalah kecemasan-pekerjaan. Kecemasan kerja adalah kecemasan yang terikat stimulus, yaitu terkait dengan kapan terjadinya di tempat kerja atau ketika memikirkan tentang pekerjaan (Muschalla, Linden and Olbrich, 2010). Tempat kerja adalah bagian penting dari kehidupan seluruh aspek di dalamnya dan dengan demikian memberikan pengaruh yang kuat pada kesejahteraan umum dan kesehatan.

Bagi seorang individu, pekerjaan memberikan peluang untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan sekaligus menjadi pintu gerbang untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Meskipun sangat sedikit yang mencari jalan untuk mencapai aktualisasi diri yang dapat mengarah pada perbuatan apa yang diinginkan hati mereka. Kecenderungan seorang karyawan adalah untuk terus melacak kemajuan di pekerjaan, pengembangan pribadi, atau up-gradasi tentang tujuan diri.Frustrasi karyawan yang timbul karena aspirasi promosi. Ini menjadi sebuah kebutuhan ego, frustrasi karena penyumbatan hasil yang diinginkan, untuk alasan apa pun dapat menyebabkan kerusakan komunikasi antara karyawan dengan organisasi. Putusnya komunikasi dapat menyebabkan terbentuknya penghalang psikologis yang menghalangi karyawan untuk mengakses atau bahkan mencari lebih banyak informasi yang relevan. Karyawan yang paling frustrasi adalah orang-orang yang paling sedikit mengetahui visi dan misi organisasi. Ini mungkin berarti kegagalan untuk mengantisipasi dan mencegah masalah di pihak organisasi serta individu di mana keduanya akan kalah.

Penelitian ini ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketidakterlibatan karyawan terhadap pekerjaan pada PT BCA berpengaruh terhadap jarak fisik dan psikologis karyawannya. Peneliti melakukan penelitian di sebuah perusahaan bank swasta terbesar di Indonesia, yaitu PT BCA yang berlokasi di Jakarta yang beralasan karena perusahaan profesional. Sejalan dengan hal tersebut dapat menimbulkan tekanan dalam pekerjaan bagi karyawan yang mengarah pada jarak fisik dan psikologis karyawan.

Karyawan dapat mengalami krisis organisasi sebagai situasi yang penuh tekanan dan mengancam pada tingkat individu (Reilly, 2008). Job disengagement pada karyawan dapat dilihat sebagai respons perlindungan diri terhadap efek krisis negatif yang tidak hanya memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan bagi organisasi (misalnya produktivitas yang lebih rendah), tetapi juga bagi individu (misalnya kelelahan atau pemutus hubungan kerja) serta dua emosi negatif spesifik pekerjaan, yaitu kecemasan dan frustrasi (Jong and Broekman, 2021). Studi disengagement merujuk pada cara karyawan  mengambil  jarak  emosional, kognitif,  atau  fisik  dari  pekerjaan,  studi  penarikan  merujuk  hanya  pada  aspek  perilaku  pelepasan . Job disengagement adalah situasi sementara dimana karyawan mengambil pilihan untuk tidak melakukan pekerjaan secara menyeluruh dalam perusahaannya. Terdapat faktor yang mempengaruhi job disengagement, yaitu job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration.

 

Job-related Uncertainty

Permasalahan krisis pada karyawan dapat menimbulkan ketidakpastian dan ambiguitas. Ketidakpastian merupakan persepsi individu yang tidak dirasakan secara seragam bagi seluruh karyawan dalam masa krisis organisasi (Brashers, 2001). Job-related uncertainty pada karyawan diakibatkan karena kurangnya informasi yang memadai dan rutinitas biasa yang terganggu serta dapat menimbulkan ancaman bagi karyawan.

 

Job-related Anxiety

Anxiety adalah emosi yang erat dengan ketidakpastian dan krisis. Anxiety dapat dikatakan sebagai emosi dominan dalam menanggapi krisis organisasi. Anxiety didefinisikan sebagai keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan takut, khawatir dan tegang, tekanan darah meningkat dan mengantisipasi ancaman atau bahaya di masa depan (Amiri, Rabiei and Donyavi, 2016). Kecemasan terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan, termasuk situasi baru dan potensi hasil yang tidak diinginkan. Job-related anxiety pada karyawan disebabkan oleh ketidakpastian selama krisis organisasi (Van der Voet and Vermeeren, 2017). Berbagai jenis stres cenderung menimbulkan dimensi yang berbeda dari kecemasan pekerjaan. Contohnya termasuk standar kinerja dan harapan yang harus terpenuhi, yang dapat menyebabkan kecemasan akan kekurangan pengawasan dan sanksi oleh atasan, yang dapat memprovokasi kecemasan sosial tertentu terhadap atasan, dan persaingan antara rekan kerja (Amiri, Rabiei and Donyavi, 2016) yang dapat memicu ketakutan akan penganiayaan; dan risiko kesehatan. Sifat pengaruh tempat kerja dibagi menjadi dua sisi, yaitu yang pertama adalah tempat kerja dapat mengerahkan efek positif pada kesejahteraan dengan menyediakan sosial dukungan, identitas, dan harga diri (Sczesny and Thau, 2004), sedangkan yang kedua ialah melibatkan tuntutan dan tekanan bahkan ancaman yang dapat memprovokasi kecemasan.

 

Job Frustration

Karyawan lebih cepat mengalami frustasi pada pekerjaan. Kondisi kerja yang penuh tekanan dapat menyebabkan tingkat frustrasi kerja yang signifikan. Job frustration dapat terjadi dalam situasi berbeda dalam lingkungan pekerjaan (Sharhan and Yazdanifard, 2014). Frustration merupakan gangguan terhadap pencapaian tujuan atau aktivitas yang berorientasi pada tujuan dan gangguan terhadap pemeliharaan tujuan. Tingkat ketidakpastian terkait pekerjaan yang tinggi, baik tentang proses kerja sehari-hari atau posisi seseorang dalam organisasi dapat memicu frustrasi selama krisis. 

 

 

METODE PENELITIAN

Pengumpulan data

   Metodologi yang digunakan pada penelitian ini yaitu populasi yang merupakan seluruh karyawan PT BCA. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 67 orang. Variabel yang diteliti yaitu job-related uncertainty, job-related anxiety, job frustration, dan job disengagement. Perusahaan BCA merupakan perusahaan bank swasta (non pemerintah) terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang perbankan dan jasa keuangan. Karyawan dalam perusahaan mulai mengalami adanya jarak fisik dan ketegangan psikologis karena tuntutan pekerjaan yang tinggi. Hal ini juga disebabkan oleh adanya persaingan kerja yang ketat, karyawan dituntut untuk serba bisa dan sempurna dalam berbagai hal, dan komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Penelitian ini dilakukan di PT BCA yang berlokasi di kantor cabang yang bertujuan untuk mendapatkan responden yang akurat dan sesuai dengan penelitian ini.

   Metode pengumpulan data primer dari responden dilakukan dengan survei, yaitu dengan cara teknik penyebaran kuisioner yang berisikan pernyataanpernyataan terkait job-related uncertainty, job-related anxiety, job frustration, dan job disengagement. Keseluruhan jawaban responden terhadap setiap indikator atau item pernyataan diukur dengan menggunakan skala likert yaitu Sangat Setuju, Setuju, Cukup Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju.

 

Uji Instrumen

   Penelitian ini menggunakan penguji validitas dan reliabilitas sebagai uji instrument (Multivariate Data Analysis, n.d.). Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukam fungsi ukurannya. Sedangkan, reliabilitas berkaitan dengan  konsistensi  alat  ukur.

 

Tabel 1. Uji Validitas dan Reabilitas

              Variabel dan Item Pernyataan

Factor

Loading

Cronbach’s Alpha

Job-related uncertainty

Saya tidak yakin tentang bagaimana menangani pekerjaan saya saat ini.

0.679

 

Saya tidak yakin seberapa parah pandemi Covid-19 akan mengubah pekerjaan saya.

0.692

 

Saya tidak yakin tentang arah tujuan organisasi saya.

0.837

0.827

Saya tidak yakin tentang lingkungan bisnis di mana organisasi saya berada.

0.830

 

Saya tidak yakin tentang masa depan posisi saya dalam organisasi.

0.777

 

Job-related anxiety

Saya merasa tegang dalam pekerjaan.

0.885

 

Saya merasa kesal pada pekerjaan.

0.884

0.877

Saya merasa khawatir pada pekerjaan.

0.924

 

                                  Job Frustration

  

 

Mencoba menyelesaikan pekerjaan sangat membuat saya frustrasi.

0.790

0.710

Pekerjaan saya membuat saya frustasi.

0.880

 

                                    Job disengagement

 

 

Saat ini saya hampir tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan saya.

0.803

 

Saya sering memikirkan hal lain ketika melakukan pekerjaan saya.

0.850

 

Saya tidak terlalu produktif dalam pekerjaan saya saat ini.

0.895

0.925

Saya sering mencari tugas yang mengalihkan perhatian saya dari pekerjaan yang seharusnya saya lakukan.

0.934

 

Saya merasa tidak terikat dalam pekerjaan saya.

0.767

 

Saya merasa mati rasa di tempat kerja.

0.893

 

Sumber: Pengolahan data SPSS 23

 

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari total 16 item pernyataan, semuanya dikatakan valid karena memiliki  nilai  factor  loading  sebesar ≥ 0.65, sedangkan  untuk  pengujian  reliabilitas, masing – masing variabel dari item pernyataan memiliki nilai Cronbach’s alpha ≥ 0.60 yang artinya semua variabel yang digunakan pada penelitian dinyatakan reliabel.

 

Tabel 2. Karakteristik Responden

Demografi

Frekuensi

Presentase

Gender

Pria

26

38.8%

Wanita

41

61.2%

Total

67

100%

Usia

20 – 30 tahun

21

31.3%

31 – 40 tahun

2

3%

41 – 50 tahun

19

28.4%

> 50 tahun

25

37.3%

Total

67

100%

Pendidikan Terakhir

SMA/ Sederajat

10

14.9%

Diploma

9

13.4%

Sarjana/S1

45

67.2%

Magister/S2

3

4.5%

Doktoral/ S3

-

-

Total

67

100%

Lama Bekerja                          

< 5 tahun

17

25.4%

6 – 10 tahun

7

10.4%

11 – 20 tahun

6

9%

> 20 tahun

37

55.2%

Total

67

100%

Sumber: Pengolahan data SPSS 23

 

Table 2 diatas menampilkan karakteristik responden berdasarkan gender yang bekerja di PT BCA terbanyak sementara adalah wanita dengan jumlah 41 orang atau persentase sebesar 61.2%. Berdasarkan usia, diketahui bahwa sebagian besar karyawan yang aktif bekerja di PT BCA adalah karyawan berumur > 50 tahun sebanyak 25 orang atau sebesar 37.3%. Untuk karateristik responden menurut jenjang pendidikan, karyawan yang paling banyak adalah jenjang pendidikan sarjana/S1 sejumlah 45 orang atau sebesar 67.2%. Kemudian, jika dilihat dari lama bekerja mayoritas karyawan telah bekerja selama >20 tahun dengan jumlah karyawan sejumlah 37 orang atau sebesar 55.2%..

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda untuk mengetahui apakah job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration, memiliki pengaruh positif terhadap job disengagement. Dasar  dalam  pengambilan  keputusan  yaitu  apabila p-value ≤ 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima artinya terdapat pengaruh yang signifikan, sementara apabila nilai p-value ≥ 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan.

 

Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesis

Estimate

p-value

Keputusan

H1.  Job-related Uncertainty berpengaruh negatif dengan Job Disengagement.

0.051

0.735

H1 tidak didukung

H2. Job-related anxiety berpengaruh positif dengan Job Disengagement.

0.518

0.013

H2 didukung

H3. Job frustration berhubungan positif dengan Job Disengagement.

1.803

0.000

H3 didukung

 

Berdasarkan hasil pengujian pada hipotesis pertama job-related uncertainty terhadap job disengagement memiliki nilai signifikan sebesar 0.735    0.05 artiya hipotesis tidak berpengaruh positif job-related uncertainty terhadap job disengagement. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan (Ruppel, Stranzl and Einwiller, 2022) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa hasil job-related uncertainty berpengaruh positif terhadap job disengagement sehingga tidak semua karyawan memiliki persepsi yang sama dalam masa krisis organisasi yang diakibatkan kurangnya informasi yang memadai dan rutinitas biasa yang terganggu dapat menimbulkan ancaman bagi karyawan.

Hasil hipotesis kedua job-related anxiety terhadap job disengagement memiliki nilai signifikan sebesar 0.013 ≤ 0.05 artinya hipotesis berpengaruh positif job-related anxiety terhadap job disengagement. Hasil penelitian ini ini juga mendukung pernyataan (Ruppel, Stranzl and Einwiller, 2022) bahwa terdapat pengaruh positif job-related anxiety terhadap job disengagement yang disimpulkan bahwa anxiety atau kecemasan terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan, termasuk situasi baru dan potensi hasil yang tidak diinginkan. Anxiety didefinisikan sebagai keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan takut, khawatir dan tegang, tekanan darah meningkat dan mengantisipasi ancaman atau bahaya di masa depan. Job-related anxiety pada karyawan disebabkan oleh ketidakpastian selama krisis organisasi.

Hasil hipotesis ketiga job frustration terhadap job disengagement memiliki nilai signifikan sebesar 0.000 ≤ 0.05 artinya hipotesis berpengaruh positif job frustration terhadap job disengagement. Hasil penelitian tersebut juga memiliki hasil yang sama pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Ruppel, Stranzl and Einwiller, 2022) dimana selama masa krisis, karyawan lebih cepat mengalami frustasi pada pekerjaan. Kondisi kerja yang penuh tekanan dapat menyebabkan tingkat frustrasi kerja yang tinggi.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif dan tidak signifikan antara job-related uncertainty terhadap job disengagement, terdapat pengaruh positif antara job-related anxiety terhadap job disengagement, dan terdapat pengaruh positif antara job frustration terhadap job disengagement pada karyawan yang bekerja di PT BCA. Peneliti menyarankan agar model penelitian ini dapat digunakan dalam penelitian perusahaan lain karena konstruksi perspektif tentang ketidakamanan kerja berbeda dari perusahaan ke perusahaan sesuai dengan praktik manajemen sumber daya manusia yang diterapkan. Selain itu, hasil penelitian ini terbatas dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Artinya, hanya menggunakan satu perusahaan PT BCA di Jakarta dan hanya menggunakan variabel job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration sebagai faktor terukur yang mempengaruhi tingkat job disengagement. Perusahaan perlu meningkatkan keterlibatan karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dan sehat. Kemudian, memberikan penghargaan atas kerja keras karyawan dan memfasilitasi pengembangan skill karyawan agar fokus dalam pekerjaan dan dapat meningkatkan kinerja sehingga produktivitas perusahaan semakin meningkat.   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Afrahi, B. et al. (2022) ‘Work disengagement: A review of the literature’, Human Resource Management Review, 32(2), p. 100822.

 

Amiri, M., Rabiei, M. and Donyavi, V. (2016) ‘Effectiveness of mindfulness training in enhancing executive function and decreasing symptoms of depression and anxiety in patients with multiple sclerosis (MS)’, Journal of behavioral and brain science, 6(08), p. 329.

 

Brashers, D.E. (2001) ‘Communication and uncertainty management’, Journal of communication, 51(3), pp. 477–497.

 

Folkman, S. (2013) ‘Stress: appraisal and coping. Encyclopedia of behavioral medicine’, Retrieved June, 4, p. 2021.

 

Jong, W. and Broekman, P. (2021) ‘Crisis history and hindsight: a stakeholder perspective on the case of Boeing 737-Max’, Public Relations Inquiry, 10(2), pp. 185–196.

 

Kahn, W.A. (1990) ‘Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work’, Academy of management journal, 33(4), pp. 692–724.

 

Lazarus, R.S. (1991) Emotion and adaptation. Oxford University Press.

 

Linden, M. and Muschalla, B. (2007) ‘Anxiety disorders and workplace-related anxieties’, Journal of anxiety disorders, 21(3), pp. 467–474.

 

Linden, M., Muschalla, B. and Olbrich, D. (2008) ‘Die job-angst-skala (JAS). Ein Fragebogen zur Erfassung arbeitsplatzbezogener Ängste’, Zeitschrift für Arbeits-und Organisationspsychologie A&O, 52(3), pp. 126–134.

 

Muschalla, B. (2014) ‘Arbeitsbezogene Ängste in Forschung und Praxis’, Zeitschrift für Arbeits-und Organisationspsychologie A&O [Preprint].

 

Muschalla, B., Linden, M. and Olbrich, D. (2010) ‘The relationship between job-anxiety and trait-anxiety—A differential diagnostic investigation with the Job-Anxiety-Scale and the State-Trait-Anxiety-Inventory’, Journal of anxiety disorders, 24(3), pp. 366–371.

 

Rafferty, A.E. and Griffin, M.A. (2006) ‘Perceptions of organizational change: a stress and coping perspective.’, Journal of applied psychology, 91(5), p. 1154.

 

Reilly, A.H. (2008) ‘The role of human resource development competencies in facilitating effective crisis communication’, Advances in Developing Human Resources, 10(3), pp. 331–351.

 

Ruppel, C., Stranzl, J. and Einwiller, S. (2022) ‘Employee-centric perspective on organizational crisis: how organizational transparency and support help to mitigate employees’ uncertainty, negative emotions and job disengagement’, Corporate Communications: An International Journal, 27(5), pp. 1–22.

 

Sczesny, S. and Thau, S. (2004) ‘General health assessment vs. job satisfaction: the relationship of indicators of subjective well-being with self-reported absenteeism’, Zeitschrift Fur Arbeits-Und Organisationspsychologie, 48(1), pp. 17–24.

 

Sharhan, N.A. and Yazdanifard, R. (2014) ‘Implying an international strategic recruitment and its impact on local workers’, American Journal of Industrial and Business Management, 2014.

 

Van der Voet, J. and Vermeeren, B. (2017) ‘Change management in hard times: Can change management mitigate the negative relationship between cutbacks and the organizational commitment and work engagement of public sector employees?’, The American Review of Public Administration, 47(2), pp. 230–252.