PENGARUH
JOB-RELATED UNCERTAINTY, JOB-RELATED ANXIETY, DAN JOB FRUSTRATION TERHADAP JOB
DISENGAGEMENT PADA ORGANISASI
Sarah Hidayat1,
Tiara Puspa2
1,
2 Universitas Trisakti
Email
: sarahhidayat04@gmail.com1,
tiara.puspa@trisakti.ac.id2
Abstrak
Bagi seorang individu, pekerjaan memberikan peluang untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan sekaligus menjadi pintu gerbang
untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Meskipun sangat sedikit yang mencari jalan untuk mencapai aktualisasi diri yang dapat mengarah pada perbuatan apa yang diinginkan hati mereka. Kecenderungan seorang karyawan adalah untuk terus melacak kemajuan di pekerjaan, pengembangan pribadi, atau up-gradasi tentang tujuan diri.Frustrasi
karyawan yang timbul karena aspirasi promosi. Ini menjadi sebuah kebutuhan ego, frustrasi karena penyumbatan hasil yang diinginkan, untuk alasan apa pun dapat menyebabkan
kerusakan komunikasi antara karyawan dengan organisasi. Putusnya komunikasi dapat menyebabkan terbentuknya penghalang psikologis yang menghalangi karyawan untuk mengakses atau bahkan mencari
lebih banyak informasi yang relevan. Karyawan yang paling frustrasi adalah orang-orang yang paling sedikit
mengetahui visi dan misi organisasi. Ini mungkin berarti kegagalan untuk mengantisipasi
dan mencegah masalah di pihak organisasi serta individu di mana keduanya akan kalah,
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis bagaimana pengaruh job-related
uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration terhadap
job disengagement pada karyawan PT BCA di Jakarta. Peneliti menggunakan metode survey research sebagai pengumpulan data dengan responden enam puluh tujuh. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode regresi
linear berganda. Hasil dari
penelitian antara job-related
anxiety dan job frustration hanya job-related uncertainty
yang tidak berpengaruh positif terhadap job
disengagement. Perusahaan perlu memberikan
fasilitas yang mendukung pekerjaan dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkualitas.
Kata kunci: Job-related
Uncertainty, Job-related Anxiety, Job Frustration, Job Disengagement.
Abstract
Bagi seorang individu,
pekerjaan memberikan peluang untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan sekaligus menjadi pintu gerbang untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Meskipun sangat sedikit yang mencari jalan untuk mencapai aktualisasi diri yang dapat mengarah pada perbuatan apa yang diinginkan hati mereka. Kecenderungan seorang karyawan adalah untuk terus melacak kemajuan di pekerjaan, pengembangan pribadi, atau up-gradasi tentang tujuan diri.Frustrasi
karyawan yang timbul karena aspirasi promosi. Ini menjadi sebuah kebutuhan ego, frustrasi karena penyumbatan hasil yang diinginkan, untuk alasan apa pun dapat menyebabkan
kerusakan komunikasi antara karyawan dengan organisasi. Putusnya komunikasi dapat menyebabkan terbentuknya penghalang psikologis yang menghalangi karyawan untuk mengakses atau bahkan mencari
lebih banyak informasi yang relevan. Karyawan yang paling frustrasi adalah orang-orang yang paling sedikit
mengetahui visi dan misi organisasi. Ini mungkin berarti kegagalan untuk mengantisipasi
dan mencegah masalah di pihak organisasi serta individu di mana keduanya akan kalah,
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pengaruh job-related
uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration terhadap
job disengagement pada karyawan PT BCA di Jakarta. Peneliti menggunakan metode survey research sebagai pengumpulan data dengan responden enam puluh tujuh. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode regresi
linear berganda. Hasil dari
penelitian antara job-related
anxiety dan job frustration hanya job-related
uncertainty yang tidak berpengaruh
positif terhadap job
disengagement. Perusahaan perlu memberikan
fasilitas yang mendukung pekerjaan dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkualitas.
Keywords: Job-related Uncertainty, Job-related Anxiety, Job
Frustration, Job Disengagement.
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk perlindungan
diri karyawan dari ancaman yang dirasakan dalam krisis organisasi ialah dengan job disengagement. Job disengagement merupakan
keadaan psikologis internal
di mana individu terputus dari pekerjaan mereka (Kahn, 1990). Disengagement merupakan respons yang disengaja yang dihasilkan dari tidak adanya
kebermaknaan, keamanan,
dan/atau ketersediaan dalam konteks kerja
sehingga ketika pelepasan pekerjaan terjadi, itu bukan
keadaan permanen, melainkan kondisi yang bergantung pada lingkungan kerja dan terwujud dalam perilaku yang menempatkan jarak fisik, mental, dan emosional antara pekerja, rekan kerja mereka,
dan pekerjaan mereka. Jarak
fisik dari pekerjaan disertai dengan banyaknya kebutuhan juga memiliki tingkat jarak psikologis
karena pekerja berjuang untuk mengatasi benturan pekerjaan dan juga kehidupan rumah tangga yang akut. Hal ini terkait dengan
peningkatan niat berpindah, kinerja kerja yang buruk, hilang perilaku ekstra-peran, komitmen organisasi yang lebih rendah dan psikologis yang lebih buruk dan kesehatan fisik (Afrahi et al.,
2022).
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi job disengagement, yaitu job-related uncertainty,
job-related anxiety, dan job frustration.
Job-related uncertainty atau ketidakpastian terkait pekerjaan karyawan dikaitkan dengan ketegangan psikologis yang lebih tinggi (Van der Voet and Vermeeren, 2017), kepuasan
kerja yang lebih rendah, dan niat berpindah yang lebih tinggi (Rafferty and Griffin, 2006). Bukti tentang
reaksi karyawan yang tidak menguntungkan terhadap ketidakpastian yang dirasakan dan asumsi bahwa job-related uncertainty merusak
penilaian karyawan terhadap kebermaknaan, keamanan dan/atau ketersediaan.
Gagasan inti pelepasan, umum untuk semua teori, adalah menjauhkan
diri secara emosional, kognitif, dan fisik dari bekerja.
Secara praktis, teori pelepasan kerja setuju bahwa
sumber daya kerja mendorong keterlibatan dan tuntutan kerja mendorong pelepasan kerja, baik karena mereka
adalah rangsangan stres (Folkman, 2013) atau mereka mengubah keamanan psikologis dan kebermaknaan pekerjaan (Kahn, 1990).
Kecemasan kerja sebagai fenomena klinis spesifik yang berbeda dari kecemasan
umum (Linden, Muschalla and Olbrich, 2008) (Linden and Muschalla, 2007) (Muschalla, 2014) di mana ketidakhadiran
karena sakit lebih terkait dengan
kecemasan kerja daripada kecemasan non-spesifik (Linden and Muschalla, 2007) (Muschalla, 2014). Kecemasan
dapat berupa stimulus terkait (keadaan kecemasan) atau bersifat umum. Hal ini muncul dalam berbagai cara termasuk sebagai kekhawatiran, reaksi
fobia, panik, dan serangan.
Menurut model keadaan-sifat-kecemasan, kerentanan individu terhadap reaksi kecemasan-keadaan
akut sebagian tergantung pada tingkat sifat kecemasan (Lazarus, 1991) (Lazarus, 1991). Satu jenis kecemasan-keadaan
adalah kecemasan-pekerjaan.
Kecemasan kerja adalah kecemasan yang terikat stimulus, yaitu terkait dengan kapan terjadinya di tempat kerja atau
ketika memikirkan tentang pekerjaan (Muschalla, Linden and Olbrich, 2010). Tempat
kerja adalah bagian penting dari kehidupan seluruh aspek di dalamnya dan dengan demikian memberikan pengaruh yang kuat pada kesejahteraan umum dan kesehatan.
Bagi seorang individu, pekerjaan memberikan peluang untuk pemenuhan keinginan dan kebutuhan sekaligus menjadi pintu gerbang untuk mendapatkan nama dan ketenaran. Meskipun sangat sedikit yang mencari jalan untuk mencapai aktualisasi diri yang dapat mengarah pada perbuatan apa yang diinginkan hati mereka. Kecenderungan seorang karyawan adalah untuk terus melacak kemajuan di pekerjaan, pengembangan pribadi, atau up-gradasi tentang tujuan diri.Frustrasi
karyawan yang timbul karena aspirasi promosi. Ini menjadi sebuah kebutuhan ego, frustrasi karena penyumbatan hasil yang diinginkan, untuk alasan apa pun dapat menyebabkan
kerusakan komunikasi antara karyawan dengan organisasi. Putusnya komunikasi dapat menyebabkan terbentuknya penghalang psikologis yang menghalangi karyawan untuk mengakses atau bahkan mencari
lebih banyak informasi yang relevan. Karyawan yang paling frustrasi adalah orang-orang yang paling sedikit
mengetahui visi dan misi organisasi. Ini mungkin berarti kegagalan untuk mengantisipasi
dan mencegah masalah di pihak organisasi serta individu di mana keduanya akan kalah.
Penelitian ini ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketidakterlibatan karyawan terhadap pekerjaan pada PT BCA berpengaruh terhadap jarak fisik dan psikologis karyawannya. Peneliti melakukan penelitian di sebuah perusahaan bank swasta terbesar di Indonesia, yaitu PT
BCA yang berlokasi di Jakarta yang beralasan karena perusahaan profesional. Sejalan dengan hal tersebut dapat
menimbulkan tekanan dalam pekerjaan bagi karyawan yang mengarah pada jarak fisik dan psikologis karyawan.
Karyawan dapat mengalami krisis organisasi sebagai situasi yang penuh tekanan dan mengancam pada tingkat individu (Reilly, 2008). Job disengagement pada karyawan dapat dilihat sebagai
respons perlindungan diri terhadap efek
krisis negatif yang tidak hanya memiliki
konsekuensi yang tidak diinginkan bagi organisasi (misalnya produktivitas yang lebih rendah), tetapi juga bagi individu (misalnya kelelahan atau pemutus hubungan
kerja) serta dua emosi negatif spesifik
pekerjaan, yaitu kecemasan dan frustrasi (Jong and Broekman, 2021). Studi disengagement merujuk pada cara karyawan mengambil jarak emosional, kognitif, atau fisik dari pekerjaan, studi penarikan merujuk hanya pada aspek perilaku pelepasan . Job disengagement
adalah situasi sementara dimana karyawan mengambil pilihan untuk tidak melakukan pekerjaan secara menyeluruh dalam perusahaannya. Terdapat faktor yang mempengaruhi job
disengagement, yaitu job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration.
Job-related Uncertainty
Permasalahan krisis pada karyawan dapat menimbulkan ketidakpastian dan ambiguitas. Ketidakpastian merupakan persepsi individu yang tidak dirasakan secara seragam bagi seluruh
karyawan dalam masa krisis organisasi (Brashers, 2001). Job-related uncertainty pada karyawan diakibatkan karena kurangnya informasi yang memadai dan rutinitas biasa yang terganggu serta dapat menimbulkan
ancaman bagi karyawan.
Job-related Anxiety
Anxiety adalah emosi yang erat dengan ketidakpastian dan krisis. Anxiety dapat dikatakan sebagai emosi dominan
dalam menanggapi krisis organisasi. Anxiety didefinisikan
sebagai keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan takut, khawatir dan tegang, tekanan darah meningkat dan mengantisipasi ancaman atau bahaya di masa depan (Amiri, Rabiei and Donyavi, 2016). Kecemasan
terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan, termasuk situasi baru dan potensi hasil yang tidak diinginkan. Job-related anxiety pada karyawan disebabkan oleh ketidakpastian selama krisis organisasi (Van der Voet and Vermeeren, 2017). Berbagai
jenis stres cenderung menimbulkan dimensi yang berbeda dari kecemasan pekerjaan. Contohnya termasuk standar kinerja dan harapan yang harus terpenuhi, yang dapat menyebabkan kecemasan akan kekurangan pengawasan dan sanksi oleh atasan, yang dapat memprovokasi kecemasan sosial tertentu terhadap atasan, dan persaingan antara rekan kerja
(Amiri, Rabiei and Donyavi, 2016) yang dapat memicu ketakutan akan penganiayaan; dan risiko kesehatan. Sifat pengaruh tempat kerja dibagi menjadi
dua sisi, yaitu yang pertama adalah tempat kerja dapat
mengerahkan efek positif pada kesejahteraan dengan menyediakan sosial dukungan, identitas, dan harga diri (Sczesny and Thau, 2004), sedangkan
yang kedua ialah melibatkan tuntutan dan tekanan bahkan ancaman yang dapat memprovokasi kecemasan.
Job Frustration
Karyawan lebih cepat mengalami frustasi pada pekerjaan. Kondisi kerja yang penuh tekanan dapat
menyebabkan tingkat frustrasi kerja yang signifikan. Job
frustration dapat terjadi
dalam situasi berbeda dalam lingkungan
pekerjaan (Sharhan and Yazdanifard, 2014). Frustration merupakan gangguan terhadap pencapaian tujuan atau aktivitas
yang berorientasi pada tujuan
dan gangguan terhadap pemeliharaan tujuan. Tingkat ketidakpastian terkait pekerjaan yang tinggi, baik tentang proses kerja sehari-hari atau posisi seseorang
dalam organisasi dapat memicu frustrasi
selama krisis.
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini yaitu populasi yang merupakan seluruh
karyawan PT BCA. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 67 orang. Variabel yang diteliti yaitu job-related uncertainty, job-related anxiety, job frustration, dan job disengagement. Perusahaan BCA merupakan perusahaan bank
swasta (non pemerintah) terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang perbankan
dan jasa keuangan. Karyawan dalam perusahaan mulai mengalami adanya jarak fisik
dan ketegangan psikologis karena tuntutan pekerjaan yang tinggi. Hal ini juga
disebabkan oleh adanya persaingan kerja yang ketat, karyawan dituntut untuk
serba bisa dan sempurna dalam berbagai hal, dan komunikasi yang tidak berjalan
dengan baik. Penelitian ini dilakukan di PT BCA yang berlokasi di kantor cabang
yang bertujuan untuk mendapatkan responden yang akurat dan sesuai dengan
penelitian ini.
Metode pengumpulan
data primer dari responden dilakukan dengan survei, yaitu dengan
cara teknik penyebaran kuisioner yang berisikan pernyataan – pernyataan terkait job-related uncertainty, job-related anxiety, job frustration, dan job disengagement. Keseluruhan jawaban responden terhadap setiap indikator atau item pernyataan diukur dengan menggunakan
skala likert yaitu Sangat Setuju, Setuju, Cukup Setuju,
Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju.
Uji Instrumen
Penelitian ini menggunakan penguji validitas dan reliabilitas sebagai uji
instrument (Multivariate Data Analysis, n.d.). Validitas berasal dari
kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukam fungsi ukurannya. Sedangkan, reliabilitas berkaitan
dengan konsistensi alat
ukur.
Tabel 1. Uji
Validitas dan Reabilitas
Variabel dan Item Pernyataan |
Factor Loading |
Cronbach’s Alpha |
Job-related
uncertainty |
||
Saya tidak yakin tentang
bagaimana menangani pekerjaan saya saat ini. |
0.679 |
|
Saya tidak yakin seberapa
parah pandemi Covid-19 akan mengubah pekerjaan saya. |
0.692 |
|
Saya tidak yakin tentang
arah tujuan organisasi saya. |
0.837 |
0.827 |
Saya tidak yakin tentang lingkungan bisnis di mana organisasi saya
berada. |
0.830 |
|
Saya tidak yakin tentang
masa depan posisi saya dalam organisasi. |
0.777 |
|
Job-related anxiety |
||
Saya merasa tegang dalam pekerjaan. |
0.885 |
|
Saya merasa kesal pada pekerjaan. |
0.884 |
0.877 |
Saya merasa khawatir pada pekerjaan. |
0.924 |
|
Job Frustration |
|
|
Mencoba menyelesaikan pekerjaan sangat membuat saya frustrasi. |
0.790 |
0.710 |
Pekerjaan saya membuat saya frustasi. |
0.880 |
|
Job
disengagement |
|
|
Saat ini saya hampir tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan saya. |
0.803 |
|
Saya sering memikirkan hal lain ketika melakukan pekerjaan saya. |
0.850 |
|
Saya tidak terlalu produktif dalam pekerjaan saya saat ini. |
0.895 |
0.925 |
Saya sering mencari tugas yang mengalihkan perhatian saya dari pekerjaan yang seharusnya saya lakukan. |
0.934 |
|
Saya merasa tidak terikat dalam pekerjaan saya. |
0.767 |
|
Saya merasa mati rasa di tempat kerja. |
0.893 |
|
Sumber: Pengolahan
data SPSS 23
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dari total 16 item pernyataan, semuanya dikatakan valid karena memiliki nilai factor
loading sebesar
≥ 0.65, sedangkan untuk pengujian reliabilitas, masing – masing variabel
dari item pernyataan memiliki nilai Cronbach’s
alpha ≥ 0.60 yang artinya semua variabel yang digunakan pada penelitian dinyatakan reliabel.
Tabel 2. Karakteristik Responden
Demografi |
Frekuensi |
Presentase |
Gender |
||
Pria |
26 |
38.8% |
Wanita |
41 |
61.2% |
Total |
67 |
100% |
Usia |
||
20 – 30 tahun |
21 |
31.3% |
31 – 40 tahun |
2 |
3% |
41 – 50 tahun |
19 |
28.4% |
> 50 tahun |
25 |
37.3% |
Total |
67 |
100% |
Pendidikan Terakhir |
||
SMA/ Sederajat |
10 |
14.9% |
Diploma |
9 |
13.4% |
Sarjana/S1 |
45 |
67.2% |
Magister/S2 |
3 |
4.5% |
Doktoral/ S3 |
- |
- |
Total |
67 |
100% |
Lama Bekerja |
||
< 5 tahun |
17 |
25.4% |
6 – 10 tahun |
7 |
10.4% |
11 – 20 tahun |
6 |
9% |
> 20 tahun |
37 |
55.2% |
Total |
67 |
100% |
Sumber: Pengolahan
data SPSS 23
Table 2 diatas menampilkan karakteristik responden berdasarkan gender yang bekerja
di PT BCA terbanyak sementara adalah wanita dengan jumlah 41 orang atau persentase sebesar 61.2%. Berdasarkan usia, diketahui bahwa sebagian besar karyawan yang aktif
bekerja di PT BCA adalah karyawan berumur > 50 tahun sebanyak 25 orang atau
sebesar 37.3%. Untuk karateristik responden menurut jenjang pendidikan,
karyawan yang paling banyak adalah jenjang pendidikan sarjana/S1 sejumlah 45
orang atau sebesar 67.2%. Kemudian, jika dilihat dari lama bekerja mayoritas
karyawan telah bekerja selama >20 tahun dengan jumlah karyawan sejumlah 37
orang atau sebesar 55.2%..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
regresi berganda untuk mengetahui apakah job-related uncertainty, job-related anxiety, dan job frustration, memiliki pengaruh positif terhadap job disengagement. Dasar dalam pengambilan keputusan yaitu apabila p-value
≤ 0.05 maka H0 ditolak
dan Ha diterima artinya
terdapat pengaruh yang signifikan, sementara apabila nilai p-value ≥
0,05 maka H0 diterima
dan Ha ditolak artinya
tidak terdapat pengaruh yang signifikan.
Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis |
Estimate |
p-value |
Keputusan |
H1. Job-related Uncertainty berpengaruh negatif dengan Job
Disengagement. |
0.051 |
0.735 |
H1 tidak didukung |
H2. Job-related
anxiety berpengaruh positif
dengan Job Disengagement. |
0.518 |
0.013 |
H2 didukung |
H3. Job
frustration berhubungan positif
dengan Job
Disengagement. |
1.803 |
0.000 |
H3 didukung |
Berdasarkan hasil
pengujian pada hipotesis pertama job-related uncertainty terhadap job disengagement memiliki
nilai signifikan sebesar 0.735 ≥ 0.05 artiya hipotesis tidak berpengaruh positif job-related uncertainty terhadap
job disengagement. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
(Ruppel, Stranzl and
Einwiller, 2022) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa hasil job-related uncertainty berpengaruh positif terhadap job disengagement sehingga
tidak semua karyawan memiliki persepsi yang sama dalam masa krisis organisasi yang diakibatkan kurangnya informasi yang memadai dan rutinitas biasa yang terganggu dapat menimbulkan ancaman bagi karyawan.
Hasil hipotesis kedua job-related anxiety terhadap
job disengagement memiliki nilai signifikan sebesar 0.013 ≤ 0.05
artinya hipotesis berpengaruh positif job-related anxiety terhadap
job disengagement. Hasil penelitian ini ini juga mendukung pernyataan (Ruppel, Stranzl and
Einwiller, 2022) bahwa terdapat pengaruh positif job-related anxiety terhadap
job disengagement yang disimpulkan bahwa anxiety
atau kecemasan terjadi sebagai reaksi terhadap rangsangan, termasuk situasi baru dan potensi hasil yang tidak diinginkan. Anxiety
didefinisikan sebagai keadaan emosional yang ditandai dengan perasaan takut, khawatir dan tegang, tekanan darah meningkat
dan mengantisipasi ancaman atau bahaya di masa depan. Job-related
anxiety pada karyawan disebabkan
oleh ketidakpastian selama krisis organisasi.
Hasil hipotesis ketiga job frustration terhadap job
disengagement memiliki nilai
signifikan sebesar 0.000 ≤
0.05 artinya hipotesis berpengaruh positif job frustration
terhadap job disengagement. Hasil penelitian tersebut juga memiliki hasil yang sama pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Ruppel, Stranzl and
Einwiller, 2022) dimana selama masa krisis, karyawan lebih cepat mengalami
frustasi pada pekerjaan. Kondisi kerja yang penuh tekanan dapat
menyebabkan tingkat frustrasi kerja yang tinggi.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh negatif dan tidak signifikan antara job-related
uncertainty terhadap job disengagement, terdapat pengaruh positif antara
job-related anxiety terhadap job disengagement, dan terdapat pengaruh positif
antara job frustration terhadap job disengagement pada karyawan yang bekerja di
PT BCA. Peneliti menyarankan agar model penelitian ini dapat digunakan dalam
penelitian perusahaan lain karena konstruksi perspektif tentang ketidakamanan
kerja berbeda dari perusahaan ke perusahaan sesuai dengan praktik manajemen
sumber daya manusia yang diterapkan. Selain itu, hasil penelitian ini terbatas
dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Artinya, hanya menggunakan satu
perusahaan PT BCA di Jakarta dan hanya menggunakan variabel job-related uncertainty,
job-related anxiety, dan job frustration sebagai faktor terukur yang
mempengaruhi tingkat job disengagement. Perusahaan perlu meningkatkan
keterlibatan karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang baik dan sehat.
Kemudian, memberikan penghargaan atas kerja keras karyawan dan memfasilitasi
pengembangan skill karyawan agar fokus dalam pekerjaan dan dapat meningkatkan kinerja
sehingga produktivitas perusahaan semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Afrahi,
B. et al. (2022) ‘Work disengagement: A review of the literature’, Human
Resource Management Review, 32(2), p. 100822.
Amiri, M., Rabiei, M. and Donyavi, V. (2016) ‘Effectiveness
of mindfulness training in enhancing executive function and decreasing symptoms
of depression and anxiety in patients with multiple sclerosis (MS)’, Journal
of behavioral and brain science, 6(08), p. 329.
Brashers, D.E. (2001) ‘Communication and uncertainty
management’, Journal of communication, 51(3), pp. 477–497.
Folkman, S. (2013) ‘Stress: appraisal and coping.
Encyclopedia of behavioral medicine’, Retrieved June, 4, p. 2021.
Jong, W. and Broekman, P. (2021) ‘Crisis history and
hindsight: a stakeholder perspective on the case of Boeing 737-Max’, Public
Relations Inquiry, 10(2), pp. 185–196.
Kahn, W.A. (1990) ‘Psychological conditions of personal
engagement and disengagement at work’, Academy of management journal,
33(4), pp. 692–724.
Lazarus, R.S. (1991) Emotion and adaptation. Oxford
University Press.
Linden, M. and Muschalla, B. (2007) ‘Anxiety disorders and
workplace-related anxieties’, Journal of anxiety disorders, 21(3), pp.
467–474.
Linden, M., Muschalla, B. and Olbrich, D. (2008) ‘Die job-angst-skala
(JAS). Ein Fragebogen zur Erfassung arbeitsplatzbezogener Ängste’, Zeitschrift
für Arbeits-und Organisationspsychologie A&O, 52(3), pp. 126–134.
Muschalla, B. (2014) ‘Arbeitsbezogene Ängste in Forschung und
Praxis’, Zeitschrift für Arbeits-und Organisationspsychologie A&O
[Preprint].
Muschalla, B., Linden, M. and Olbrich, D. (2010) ‘The
relationship between job-anxiety and trait-anxiety—A differential diagnostic
investigation with the Job-Anxiety-Scale and the State-Trait-Anxiety-Inventory’,
Journal of anxiety disorders, 24(3), pp. 366–371.
Rafferty, A.E. and Griffin, M.A. (2006) ‘Perceptions of
organizational change: a stress and coping perspective.’, Journal of applied
psychology, 91(5), p. 1154.
Reilly, A.H. (2008) ‘The role of human resource development
competencies in facilitating effective crisis communication’, Advances in
Developing Human Resources, 10(3), pp. 331–351.
Ruppel, C., Stranzl, J. and Einwiller, S. (2022) ‘Employee-centric
perspective on organizational crisis: how organizational transparency and
support help to mitigate employees’ uncertainty, negative emotions and job
disengagement’, Corporate Communications: An International Journal,
27(5), pp. 1–22.
Sczesny, S. and Thau, S. (2004) ‘General health assessment
vs. job satisfaction: the relationship of indicators of subjective well-being
with self-reported absenteeism’, Zeitschrift Fur Arbeits-Und
Organisationspsychologie, 48(1), pp. 17–24.
Sharhan, N.A. and Yazdanifard, R. (2014) ‘Implying an
international strategic recruitment and its impact on local workers’, American
Journal of Industrial and Business Management, 2014.
Van der Voet, J. and Vermeeren, B. (2017) ‘Change management
in hard times: Can change management mitigate the negative relationship between
cutbacks and the organizational commitment and work engagement of public sector
employees?’, The American Review of Public Administration, 47(2), pp.
230–252.