PENGARUH BEHAVIORAL INTENTION DAN PENERAPAN MODEL UTAUT TERHADAP USER ACCEPTANCE DIGITAL PAYMENT IN QUICK RESPONSE INDONESIAN STANDARD (QRIS)

 

Viany Cecilia Pah, Kornelius

Universitas Katolik Widya Mandira

Vianycecilia1201@gmail.com, Kornelis.kroon82@gmail.com

 

Abstrak

penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Performance Expectancy berpengaruh positif terhadap Behavioral intention. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang menganalisis data-data secara kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut untuk memperoleh kesimpulan. Digital payment menggunakan QRIS dipercaya sebagai bentuk pengembangan fintech yang mampu memberikan berbagai keuntungan bagi penggunanya (performance expectancy). Kehadiran QRIS dapat membantu pengguna dalam meningkatkan performasi kinerjanya. Manfaat kinerja yang didapatkan mampu mendorong minat masyarakat untuk menggunakan aplikasi dan layanan digital payment sebagai alternatif pembayaran modern

 

Kata kunci: Digital payment, Behavioral Intention, Model UTAUT

 

Abstract

This study aims to find out whether Performance Expectancy has a positive effect on Behavioral Intention. This type of research is quantitative research, namely research that analyzes data quantitatively/statistically, with the aim of testing the established hypotheses and then interpreting the results of the analysis to obtain conclusions. Digital payment using QRIS is believed to be a form of fintech development that is able to provide various benefits for its users (performance expectancy). The presence of QRIS can help users improve their performance. The performance benefits obtained are able to encourage public interest in using digital payment applications and services as an alternative to modern payments

 

Keywords: Digital payment, Behavioral Intention, Model UTAUT

 

Pendahuluan  

Pengaruh perkembangan teknologi berdampak besar pada kehidupan sehari-hari masyarakat yang serba digital. Pertumbuhan pesat di era digital dapat membantu memperoleh informasi dan mempermudah masyarakat dalam penyelesaian pekerjaan secara efektif dan efisien dengan berbagai kecanggihan yang ditawarkan, salah satunya layanan dalam keuangan digital yang biasanya dikenal dengan fintech atau financial technology. Financial technology adalah sebuah inovasi yang menggabungkan antara teknologi yang ada dan fitur keuangan (Chen, Wu, & Yang, 2019). Inovasi yang dilakukan lebih bertujuan pada memberikan kemudahan akses, transparansi, kenyamanan, praktis dan efisien. Salah satu hal yang terlihat jelas dari perkembangan fintech, salah satunya adalah digital payment.

Digital payment merupakan salah satu jenis fintech yang dapat menggantikan peran lembaga keuangan di Indonesia dengan menyediakan tiga layanan utama Bank Indonesia, yaitu payment, clearing and settlement. Selain itu, digital payment juga diharapkan mampu mengurangi peredaran uang tunai di masyarakat. Hal ini sejalan dengan program yang dicanangkan Bank Indonesia tahun 2014, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) tentang menyadarkan masyarakat Indonesia untuk mengurangi penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dan beralih ke metode cashless.

Berdasarkan data pada Bank Indonesia, terdapat 38 dompet digital yang sudah terdaftar dan memiliki lisensi resmi. Diantaranya 5 teratas yaitu Gopay, Ovo, Dana, LinkAja dan Jenius. Dompet digital sebagai salah satu alat pembayaran mempermudah transaksi antara pembeli dan penjual (merchant). Berbagai dompet digital menggunakan system QR code dalam pembayaran, dianggap sebagai sesuatu yang inovatif karena memberikan kemudahan dan kecepatan baik dalam segi system maupun pendataan. Manfaat yang diberikan QR code adalah penyimpanan dan keberadaan data yang valid serta manfaat secara fisik yang bertahan lama (Akbar, Silvana, & Alizar, 2019). Namun karena setiap jenis dompet digital memiliki QR code tersendiri, mengaitkan jenis pembayaran ini menjadi kurang efisien dikarenakan adanya biaya tambahan, tidak semua merchant menyediakan semua pembayaran dengan berbagai macam dompet digital, dan juga ketidaksamaan aplikasi antara merchant dan konsumen. Oleh karena masalah terkait efisiensi tersebut, maka pada tanggal 1 Januari 2020, Bank Indonesia merilis standar penggunaan QR code di Indonesia dengan nama Quick Response Code Indonesia Standard yang pada masa ini dikenal dengan istilah QRIS. Bank Indonesia mewajibkan seluruh penyedia dompet digital untuk menggunakan QRIS. QRIS yang merupakan pengembangan oleh BI dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), berguna untuk memfasilitasi transaksi pembayaran dengan basis pada server di Indonesia sesuai dengan ketentuan BI yang mengatur mengenai GPN. Dengan mengusung tema UNGGUL (Universal, Gampang, Untung dan Langsung) diharapkan dengan kehadiran QRIS dapat membawa keuntungan bagi setiap sektor masyarakat karena transaksi oembayaran yang menjadi lebih cepat, praktis dan efisien.

Penggunaan QRIS menjadi trend positif, mengingat manfaatnya yang sangat efisien dalam system pembayaran non-tunai dengan hanya menggunakan satu jenis QR code saja untuk berbagai jenis pembayaran. Berdasarkan data Bank Indonesia 2021, jumlah merchant pengguna QRIS sebanyak 12,2 juta. Angka ini meningkat tajam hingga 297,1% dibandingkan laporan awal tahun 2020 sebanyak 3,08 juta merchant saja. Merchant yang paling banyak menggunakan QRIS yaitu merchant pada usaha mikro, diikuti usaha kecil, dan terakhir yaitu usaha menengah.

Begitu juga dengan pemerintah Provinsi NTT bekerjasama dengan Bank Indonesia telah mendorong penggunaan QRIS dalam digital payment system sehinggga jumlah merchant pengguna QRIS naik drastic dari tahun 2020 ke tahun 2021, dimana awal tahun 2020 hanya 11.023 hingga desember 2021 total pengguna QRIS sebanyak 93.038 merchant, atau dengan kata lain kenaikan merchant QRIS meningkat sebesar 199,21% dari tahun 2020 ke tahun 2021.

 

Gambar 1 Perkembangan Jumlah Merchant QRIS di Provinsi NTT

 

Tingginya penggunaan QRIS sebagai media bayar, menggambarkan tingginya jumlah pengguna yang memanfaatkan QRIS sebagai salah satu media bayar berbasis digital yang ditunjukkan lewat niat perilaku konsumen (behavioral intention) tersebut. Mengingat QRIS ini masih cukup baru dikalangan masyarakat tetapi sudah banyak yang memanfaatkannya, penelitian ini bertujuan untuk melihat niat perilaku (behavioral intention) konsumen dalam menggunakan QRIS. Salah satu teori yang dapat membuktikan niat perilaku (behavioral intention) untuk pemanfaatan teknologi ini adalah Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Teori yang dikembangkan oleh Venkatesh ini menggambarkan penerimaan pengguna terhadap teknologi. UTAUT yang merupakan gabungan dari delapan model yang sudah ada dan menggabungkannya dalam satu konsep utama yang dapat dengan jelas melihat reaksi penerimaan pengguna terhadap teknologi dapat dipahami dengan baik (Venkatesh, Thong, & Xu, 2016). Konstruk utama yang menjadi kunci dalam teori UTAUT ini adalah Performance expectancy (ekspetasi kinerja), Effort expectancy (ekspetasi usaha), Social Influence (pengaruh social) dan Facilitating Conditions (kondisi fasilitas) yang diindikasikan memiliki pengaruh secara langsung pada penggunaan suatu teknologi, yang berdasarkan penelitian ini teknologi yang dimaksud adalah digital payment menggunakan QRIS. Variabel niat perilaku (behavioral intention) ditambahkan untuk melihat bagaimana hubungannya dengan keempat variabel dalam model UTAUT.

Behavioral intention sendiri diartikan sebagai kemauan seorang konsumen dalam rangka untuk memilih, menggunakan, atau bahkan membuang sebuah produk atau jasa. Jadi seorang konsumen dapat memberitahu pengalamannya dalam memilih, membeli, memberitahukan orang mengenai pengalamannya sampai pada membuang produk atau jasa yang dipilih  (Mowen, 2002).

Sedangkan menurut (Kotler, 2012), behavioral intention adalah suatu keadaan dimana seseorang mempunyai sikap loyal terhadap sebuah produk dan jasa, dan dengan rela merekomendasikannya kepada orang lain.

Berdasarkan dari beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa behavioral intention merupakan sebuah sikap yang terbentuk sebagai akibat dari kenyamanan dan kesukaan menggunakan sebuah produk/jasa. Sehingga apabila seseorang merasa nyaman dalam menggunakan sebuah teknologi, maka orang tersebut akan merekomendasikannya pada orang lain.

Terkait dengan hubungan antara keempat variabel tersebut terhadap niat perilaku (behavioral intention), beberapa hasil penelitian terdahulu masih menunjukkan adanya kesenjangan (gap), seperti yang ditemukan oleh (Chaidir, Ro’is, & Jufri, 2021) bahwa dari 4 variabel yang diprediksikan mempengaruhi niat berperilaku menggunakan m-banking, hanya Effort expectancy yang tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku (behavioral intention), sedangkan Performance expectancy, Social Influence, dan Facilitating Conditionss berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku (behavior intention) menggunakan m-banking. (Wijaya & Handriyantini, 2020) dalam penelitiannya menemukan bahwa secara parsial, variabel Effort expectancy dan Facilitating Conditionss memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention. Sedangkan variabel Performance expectancy dan Social Influence tidak berpengaruh secara signifikan terhadap behavioral intention. Selain itu, hasil penelitian (Andrianto, 2020) menemukan bahwa secara parsial, variabel Performance expectancy, Effort expectancy, Social Influence, dan Facilitating Conditions tidak berpengaruh signifikan terhadap behavioral intention. Di sisi lain, hasil penelitian (Heryanto & Tjokrosaputro, 2021) menunjukkan bahwa variabel Performance expectancy, Effort expectancy, Social Influence, dan Facilitating Conditions, secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel behavioral intention. Sementara hasil penelitian Achiriani dan Hasbi (2021) menunjukkan bahwa variabel Performance expectancy, Effort expectancy, dan Social Influence, secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel behavioral intention.

Oleh sebab itu penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh 4 variabel UTAUT terhadap behavioral intention dalam melihat minat konsumen terhadap penggunaan QRIS sebagai digital payment.

Secara umum, digital payment adalah bentuk dari perkembangan fintech yang secara umum dibagi menjadi e-money dan e-wallet. Hal ini diatur dalam peraturan BI nomor 20/6/PBI/2018 pasal 1 tentang uang elektronik mengartikan uang elektronik sebagai alat pembayaran mikro yang diterbitkan terbit atas dasar nilai uang disetor kepada penerbit dan disimpan secara elektronik dalam media server atau chip. Tujuan dihadirkannya uang elektronik adalah mengurangi tingkat penggunaan uang tunai sehingga dapat menciptakan cashless society.

Kehadiran digital payment menjadi salah satu solusi yang mampu menyelesaikan masalah di bidang keuangan dengan adanya peningkatan inklusi keuangan di Indonesia, yang diharapkan mampu meningkatkan efisiensi keuangan melalu partisipasi masyarakat yang meningkat tentang keuangan formal (Hanantasena, 2016).

Dalam peraturan BI nomor 19/12/PBI/2017, BI mengatur seluruh penyelenggaraan e-wallet sebagai bentuk dukungan kehadiran digital payment di Indonesia. Begitu juga dengan laporan yang diluncurkan, Bank Indonesia melaporkan terdapat 38 dompet digital yang telah terdaftar dan secara resmi mempunyai lisensi (Bank Indonesia, 2018).

Quick Response Indonesia Standard atau yang lebih sering disebut sebagai QRIS adalah standar QR code pembayaran yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) (www.bi.go.id). Sebelum diberlakukannya QRIS, merchant harus menyediakan berbagai jenis aplikasi pembayaran di tokonya. Pelanggan yang memakai system pebayaran non tunai, harus memastikan bahwa aplikasi bayarnya sama dengan yang ada pada merchant. Namun, setelah diberlakukannya QRIS, merchant tidak perlu menyiapkan berbagai jenis aplikasi pembayaran. Merchant hanya perlu menyediakan satu QR code, dan pelanggan dapat menggunakan seluruh jenis aplikasi pembayaran untuk membayar (Sihaloho, 2020).

Performance expectancy adalah tingkat keyakinan seseorang terhadap sebuah system yang dapat meningkatkan dan memberi keuntungan-keuntungan pada pekerjaan yang dilakukan (Venkatesh & Morris, 2003). Performance expectancy menggabungkan beberapa variabel model penelitian user acceptance, yaitu Persepsi terhadap kegunaan (perceived usefulness) dimana persepsi ini menjelaskan mengenai keuntungan yang didapat ketika menggunakan sebuah system (Alaeddin, Rana, Zainudin, & Kamarudin, 2018), motivasi ekstrinsik (extrinsic motivation) yaitu kinerja suatu aktivitas yang berperan dalam mencapai hasil yang berbeda dan bernilai dari aktivitas itu sendiri (Teo, Lim, & Lai, 1999), kesesuaian pekerjaan (job fit) yang didefinisikan sebagai bagaimana dengan adanya sebuah sistem dapat meningkatkan kinerja seseorang (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis, 2003), keuntungan relatif (relative advantage) yaitu sebuah persepsi yang mengatakan bahwa jika sebuah pekerjaan menggunakan inovasi, maka hal tersebut akan lebih baik daripada hal-hal yang terdahulu. dan ekspetasi-ekspetasi hasil (outcome expectations) yang menyatakan bahwa konsekuensi-konsekuesi yang diyakini atas perilaku yang dilakukan.

Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui Performance Expectancy berpengaruh positif terhadap Behavioral intention 2. Mengetahui Effort expectancy berpengaruh positif terhadap Behavioral intention 3. Mengetahui Social Influence berpengaruh positif terhadap Behavioral intention 4. Mengetahui Facilitating Conditionss berpengaruh positif terhadap Behavioral intention 5. Mengetahui Behavioral Intention berpengaruh positif terhadap Use Behavioral

 

Metode

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang menganalisis data-data secara kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut untuk memperoleh kesimpulan. Jenis penelitian kuantitatif dalam penelitian ini adalah mengolah data dalam bentuk kuesioner kemudian mengambil kesimpulan dari analisis data-data tersebut dengan bantuan alat analisis statistik  (Sugiyono, 2013). Penyebaran kuesioner akan dilakukan kepada para pengguna QRIS di Kota Kupang. Hasil dari survei tersebut nantinya akan diolah dan dianalisis peneliti menggunakan software AMOS 24.

Populasi penelitian ini adalah seluruh individu yang belum pernah menggunakan QRIS yang ada di Kota Kupang. Peneliti telah menentukan kriteria khusus dalam pengambilan sampel. Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam analisis SEM minimal 150 sampel (Imam Ghozali, 2016). Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling, dimana teknik ini adalah teknik dalam pengambilan sampel didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan dalam pengambilannya (Ghozali, 2018).

Peneliti mengumpulkan data melalui penyebaran kuesioner dengan menggunakan aplikasi Google Form (primer). Link kuesioner dibagikan kepada responden melalui whatsapp dan direct message instagram. Kriteria yang harus dipenuhi adalah calon responden pria/ wanita yang pernah melakukan pembayaran non tunai lewat QRIS. Usia responden minimal 17 tahun karena dianggap telah mampu memahami item pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Skala Likert 7 poin (nilai 1 untuk pilihan sangat tidak setuju sampai dengan 7 untuk pilihan sangat setuju) dipilih peneliti sebagai skala pengukuran untuk menghindari jawaban netral.

 

Hasil dan Pembahasan

Analisis Statistika Deskriptif

Karakteristik responden meliputi gender, usia, status pekerjaan, latar belakang pendidikan, dan frekuensi penggunaan QRIS dalam satu minggu. Total respon kuesioner yang diterima sebanyak 291 tetapi yang dapat diolah hanya sebesar 288 karena ada 3 responden yang tidak menggunakan aplikasi digital payment tetapi tetap mengisi kuesioner penelitian ini.

Informasi proporsi gender responden dapat dilihat pada tabel 1. Responden wanita mendominasi dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden wanita lebih banyak dibandingkan pria karena beberapa calon responden pria menyampaikan kepada peneliti bahwa mereka tidak memenuhi kriteria untuk mengisi kuesioner ini (tidak pernah menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran).

 

Tabel 1 Gender

Gender

Jumlah Responden

Persentase

Pria

98

34,03%

Wanita

190

65,97%

Total

288

100%

 

Tabel 2 menunjukkan proporsi usia responden. Pengguna QRIS  terbanyak berusia 23-28 tahun sebesar 46,53% diikuti dengan golongan usia 17-22 tahun sebesar 28,82%. Responden pada golongan usia ini diduga tingkat produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan kalangan usia lainnya sehingga dianggap lebih mudah untuk menerima kehadiran dan menggunakan metode pembayaran modern (digital payment).

 

Tabel 2 Usia

Usia (tahun)

Jumlah Responden

Persentase

17-22

83

28,82%

23-28

134

46,53%

29-34

25

8,68%

35-40

18

6,25%

41-46

4

1,39%

>46

24

8,33%

Total

288

100%

 

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat partisipan pengisian kuesioner didominasi oleh responden berlatar belakang pendidikan S1 sebesar 59,38%.

Tabel 3 Latar Belakang Pendidikan

Pendidikan

Jumlah Responden

Persentase

SMA/ sederajat

55

19,10%

D3

9

3,13%

S1

171

59,38%

S2

39

13,54%

S3

14

4,86%

Total

288

100%

 

Tabel 4 menunjukkan responden dengan status pelajar/ mahasiswa merupakan pengguna QRIS yang paling banyak dibandingkan responden dengan status pekerjaan lain. Pada umumnya, pelajar dan mahasiswa adalah individu yang memiliki hubungan erat dengan teknologi. Seluruh kegiatan yang mereka lakukan di dalam/ luar lingkungan pendidikan tidak lepas dari perkembangan teknologi sehingga mereka dianggap lebih mudah untuk menerima perkembangan sistem pembayaran (digital payment).

 

Tabel 4 Status Pekerjaan

Pekerjaan

Jumlah Responden

Persentase

Mahasiswa/ Pelajar

105

36,46%

Ibu Rumah Tangga

7

2,43%

Wiraswasta/ Pengusaha

22

7,64%

Guru/ Dosen

46

15,97%

Karyawan

91

31,60%

Pekerjaan lainnya

17

5,90%

Total

288

100%

 

Tabel 5 menunjukkan frekuensi penggunaan digital payment. Mayoritas responden menggunakan digital payment hanya sebanyak 1-3 kali dalam kurun waktu satu minggu. Hal ini patut diduga karena masih banyak transaksi di Indonesia khususnya NTT yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan digital payment sehingga mereka masih menggunakan sistem pembayaran lama.

 

Analisis Kualitas Data

Uji Validitas

Item pertanyaan kuesioner dianggap valid jika hasil pengujian dengan menggunakan Bivariate Pearson memiliki nilai probabilitas (Sig. 2 tailed) lebih kecil dari 0.05. Tabel 5 menunjukkan hasil analisis validitas.

Tabel 5 Hasil Uji Validitas

Item Pertanyaan

Sig. (2 tailed)

Simpulan

PE1

0,000

Valid

PE2

0,000

Valid

PE3

0,000

Valid

PE4

0,000

Valid

EF1

0,000

Valid

EF2

0,000

Valid

EF3

0,000

Valid

SI1

0,000

Valid

SI2

0,000

Valid

CS1

0,000

Valid

CS2

0,000

Valid

FC1

0,000

Valid

FC2

0,000

Valid

FC3

0,000

Valid

BI1

0,000

Valid

BI2

0,000

Valid

 

 

Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas seluruh item pertanyaan kuesioner reliable (dapat diandalkan) karena telah memenuhi kriteria yang tertulis dalam tabel 3.1 dengan nilai cronbach’s alpha 0,826. Hal ini menunjukkan bahwa kuesioner dalam penelitian ini konsisten dari waktu ke waktu.

Tabel 6 Hasil Uji Reliabilitas

Total Item

Nilai Cronbach’s Alpha

Keterangan

15

0,826

Sangat reliable

 

Uji SEM

SEM adalah teknik multivariat yang digunakan untuk menguji hubungan recursive (timbal balik) maupun non recursive antar variabel yang kompleks. Peneliti memilih menggunakan program AMOS 23 untuk menganalisis dan menguji model hipotesis.

Sebuah model penelitian dapat digunakan jika memenuhi goodness of fit, maka dari itu sebelum menguji model penelitian peneliti terlebih dahulu melakukan composite indicators. Composite indicators adalah pengukuran indikator konstruk yang menggambarkan derajat indikator konstruk laten yang tidak terlihat (Ariani, 2012). Sebelum melakukan composite indicators peneliti menghitung lambda (λ) dan epsilon (ε) digunakan untuk menyusun model persamaan struktural dalam program AMOS Basic. Metode ini peneliti lakukan sebagai langkah untuk memodifikasi model penelitian agar dapat memenuhi kriteria goodness of fit.

Tabel 7 Lambda dan Epsilon

Konstruk

Lambda (λ)

Epsilon (ε)

PE

0,27164

0,03053

EF

0,17937

0,01278

FC

0,10521

0,01172

 

Uji Model SEM

Tabel 8 menunjukkan bahwa delapan dari sembilan kriteria yang telah ditetapkan memenuhi uji kelayakan model. Indeks goodness of fit bukan suatu jaminan bahwa model yang digunakan adalah benar, tetapi hanya untuk melihat baik atau buruknya model tersebut (Hair, J. F., et al, 2014). Dari hasil perhitungan diperoleh nilai chi-square sebesar 43,807 (p-value= 0,022 < 0,05). Hal ini berarti estimated population covariance tidak sama dengan sample covariance.

Tabel 8 Goodness of Fit Indices (GoFI)

GoFI

Hasil

Keterangan

CMIN

CMIN = 43,807 dengan p-value = 0,022 < 0,05

Not Achieved

CFI

0,985 ≥ 0,90

Achieved

GFI

0,971 ≥ 0,90

Achieved

AGFI

0,942 ≥ 0,80

Achieved

NFI

0,963 ≥ 0,90

Achieved

TLI

0,976 ≥ 0,90

Achieved

RMSEA

0,047 ≤ 0,08

Achieved

χ2/df

1,622 ≤ 2,00

Achieved

 

Uji Hipotesis

Berikut adalah hasil perhitungan AMOS 23 untuk pengujian hipotesis dan ringkasan hasil hipotesis:

Gambar 2 Hasil Analisis Jalur SEM AMOS

 

 

Tabel 9 Ringkasan Hasil Hipotesis

Hipotesis

Sig.

Keputusan

H1

P < 0,001

Terdukung

H2

P = 0,188

Tidak Terdukung

H3

P = 0,039 < 0,05

Terdukung

H4

P = 0,009 < 0,05

Terdukung

H5

P = 0,007 < 0,05

Terdukung

H6

P = 0,918

Tidak Terdukung

 

Pembahasan

PE terhadap Behavioral Intention

H1: PE berpengaruh positif terhadap Behavioral intention

Analisis sebelumnya menunjukkan hipotesis 1 dinyatakan terdukung bahwa PE berpengaruh positif terhadap behavioral intention dilihat dari p-value < 0,001. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian milik Venkatesh et al., (2000) dan Kusuma & Puspaningsih (2016) yang menyatakan bahwa performance expectancy seorang individu mampu meningkatkan minat individu tersebut dalam menggunakan sistem teknologi dan informasi.

Digital payment dipercaya responden sebagai bentuk pengembangan teknologi di bidang keuangan yang mampu memberikan keuntungan-keuntungan kinerja bagi penggunanya. Kehadiran digital payment dapat membantu pengguna dalam meningkatkan performasi kinerja penggunanya. Manfaat yang didapatkan dari penggunaan digital payment mendorong minat masyarakat untuk menggunakan aplikasi dan layanan digital payment. Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi dan layanan digital payment berperan langsung dalam aktivitas sehari-hari masyarakat Indonesia.

EF terhadap Behavioral Intention

H2: EF berpengaruh positif terhadap behavioral intention

Berdasarkan analisis sebelumnya, hipotesis 2 dinyatakan tidak terdukung bahwa EF tidak mampu mempengaruhi intention to use digital payment dilihat dari p-value= 0,188 > 0,05.  Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian milik Venkatesh et al. (2000) dan Marchewka & Kostiwa (2007) yang menyatakan bahwa ekspektasi kemudahan penggunaan SI mampu mendorong minat penggunanya.

Peneliti menduga hal ini terjadi karena peneliti menghilangkan variabel moderasi usia dan gender yang dimungkinkan mampu memberikan hasil yang berbeda. Dugaan lain karena pembayaran menggunakan QRIS masih tergolong baru sehingga menurut responden layanan dan fitur ini masih tergolong sulit untuk dipahami sehingga membutuhkan waktu yang lebih untuk mempelajari metode pembayaran digital payment. Masyarakat masih merasa membutuhkan usaha yang lebih dalam pengaplikasian digital payment dan merasa asing dengan kehadiran digital payment sebagai salah satu alternatif pembayaran.

 

SI terhadap Behavioral Intention to Use Digital Payment

H3: SI berpengaruh positif terhadap intention to use digital payment

Analisis sebelumnya menunjukkan hipotesis 3 dinyatakan terdukung bahwa SI berpengaruh positif terhadap behavioral intention dilihat dari p-value 0,039 < 0,05. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian milik Venkatesh et al. (2000) namun bertolak belakang dengan hasil penelitian milik Marchewka & Kostiwa (2007) yang menyatakan bahwa SI tidak mampu mendorong minat seseorang dalam menggunakan teknologi informasi.

            Menurut responden, peran orang-orang yang mereka anggap penting sangat mempengaruhi minat mereka dalam menggunakan QRIS sebagai salah satu metode dalam digital payment. Peneliti menduga hal ini terjadi karena banyak masyarakat Indonesia yang memutuskan untuk menggunakan QRIS karena saran dan pengaruh dari lingkungannya. Beberapa orang memutuskan untuk menggunakan QRIS karena mendengar manfaat dan berbagai keuntungan yang didapatkan kerabatnya meskipun mereka belum merasakan secara langsung sehingga mereka tertarik untuk menggunakan aplikasi tersebut.

FC terhadap Use Behavioral

H4: FC berpengaruh positif terhadap Use Behavioral

Analisis sebelumnya menunjukkan hipotesis 4 dinyatakan terdukung bahwa FC mampu memberikan pengaruh positif terhadap use behavioral. Nilai sig atau p-value= 0,007 < 0,05. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian milik Venkatesh et al. (2000) yang menyatakan bahwa FC dapat meningkatkan perilaku (frekuensi) penggunaan digital payment.

            Fasilitas yang dimiliki responden seperti smartphone, pengetahuan, dan internet menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi seberapa sering responden menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran. Ketiga faktor ini tidak dapat dipisahkan. Jika seseorang memiliki smartphone dan internet tetapi tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengaplikasian digital payment, mereka pasti enggan melakukan transaksi dengan bantuan digital payment karena takut dengan berbagai risiko yang mungkin timbul begitu pula sebaliknya.

Behavioral Intention terhadap Use Behavioral of QRIS

H5: Behavioral Intention berpengaruh positif terhadap use behavioral

Hipotesis 5 tidak didukung karena nilai sig atau p-value= 0,918. Hasil tersebut tidak konsisten dengan penelitian milik Venkatesh et al. (2000) dan Gao & Deng (2012) yang menyatakan bahwa intention to use memiliki pengaruh yang positif terhadap use behavioral.

Peneliti menduga hal ini terjadi karena frekuensi penggunaan QRIS untuk bertransaksi tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh minat penggunaan saja. Di Indonesia khususnya NTT masih banyak tempat usaha yang belum dapat menerima pembayaran melalui QRIS khususnya warung kaki lima dan warung klontong. Beberapa tempat usaha masih bertahan dengan menerima pembayaran menggunakan uang tunai.

 

Kesimpulan

Digital payment menggunakan QRIS dipercaya sebagai bentuk pengembangan fintech yang mampu memberikan berbagai keuntungan bagi penggunanya (performance expectancy). Kehadiran QRIS dapat membantu pengguna dalam meningkatkan performasi kinerjanya. Manfaat kinerja yang didapatkan mampu mendorong minat masyarakat untuk menggunakan aplikasi dan layanan digital payment sebagai alternatif pembayaran modern

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Akbar, Ricky, Silvana, Meza, & Alizar, Aulia Fikiri. (2019). Perancangan Aplikasi Pembayaran Non Tunai untuk Pengelolaan Bisnis Pencucian Mobil dengan Memanfaatkan Teknologi QR Code (Studi Kasus: Oto Pro Car Wash & Detailling Padang). Prosiding Semnastek.

 

Alaeddin, Omar, Rana, A., Zainudin, Zalina, & Kamarudin, Fakarudin. (2018). From physical to digital: Investigating consumer behaviour of switching to mobile wallet. Polish Journal of Management Studies, 17(2), 18–30.

 

Andrianto, Aries. (2020). Faktor yang mempengaruhi behavior intention untuk penggunaan aplikasi dompet digital menggunakan model UTAUT2. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, 25(2), 111–122.

 

Ariani, Dorothea Wahyu. (2012). Relationship Motives , Personality , and Organizational Citizenship Behavior in Academic Staffs in Indonesia. International Journal of Business and Social Science, 3(20), 311–319.

 

Chaidir, Taufiq, Ro’is, Ihsan, & Jufri, Akhmad. (2021). Penggunaan Aplikasi Mobile Banking Pada Bank Konvensional dan Bank Syariah di Nusa Tenggara Barat: Pembuktian Model Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Elastisitas-Jurnal Ekonomi Pembangunan, 3(1), 61–76.

 

Chen, Mark A., Wu, Qinxi, & Yang, Baozhong. (2019). How valuable is FinTech innovation? The Review of Financial Studies, 32(5), 2062–2106.

 

Gao, Ting, & Deng, Yanhong. (2012). A study on users’ acceptance behavior to mobile e-books application based on UTAUT model. ICSESS 2012 - Proceedings of 2012 IEEE 3rd International Conference on Software Engineering and Service Science, 376–379. https://doi.org/10.1109/ICSESS.2012.6269483

 

Ghozali, Ghozali. (2018). Hubungan antara Kecanduan Penggunaan Smartphone dan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Semester VI Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.

 

Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 23 (8th ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

 

Hair, J. F., William, J., Black, C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2014). Multivariate Data Analysis (Seventh Ed). Pearson Educated Limited.

 

Hanantasena, B. (2016). Fintech Penyokong Implementasi Ekonomi Digital di Indonesia. Channel Edisi, 65.

 

Heryanto, Heryanto, & Tjokrosaputro, Miharni. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Behavioral Intention Pengguna Mobile Banking BCA: Studi pada Gen Y. Jurnal Manajemen Bisnis Dan Kewirausahaan, 5(4), 354–359.

 

Kotler, Philip. (2012). Kotler on marketing. Simon and Schuster.

 

Kusuma, Dermawan Hambara, & Puspaningsih, Abriyani. (2016). Model Penerimaan User Dalam Implementasi SAP (Systems Application and Product) dengan Menggunakan Model UTAUT. Jurnal Aplikasi Bisnis, 15(9), 1799–1822. https://doi.org/10.20885/jabis.vol15.iss9.art3

 

Marchewka, Jack, & Kostiwa, Kurt. (2007). An Application of the UTAUT Model for Understanding Student Perceptions Using Course Management Software. Communications of the IIMA, 7(2), 10.

 

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Bandung: Alfabeta).

 

Teo, Thompson S. H., Lim, Vivien K. G., & Lai, Raye Y. C. (1999). Intrinsic and extrinsic motivation in Internet usage. Omega, 27(1), 25–37.

 

Venkatesh, Viswanath, Davis, Fred D., Venkatesh, Viswanath, & Davis, Fred D. (2000). A Theoretical Extension of the Technology Acceptance Model : Four Longitudinal Field Studies. (October 2018), 185–204.

 

Venkatesh, Viswanath, Morris, Michael G., Davis, Gordon B., & Davis, Fred D. (2003). User acceptance of information technology: Toward a unified view. MIS Quarterly, 425–478.

 

Venkatesh, Viswanath, Thong, James Y. L., & Xu, Xin. (2016). Unified theory of acceptance and use of technology: A synthesis and the road ahead. Journal of the Association for Information Systems, 17(5), 328–376.

 

Wijaya, Krisna, & Handriyantini, Eva. (2020). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Behavioral Intention pada Online Marketplace Menggunakan Model UTAUT (Studi Kasus: Shopee). Prosiding Seminar SeNTIK, 4(1), 323–332.