PENGARUH BEHAVIORAL
INTENTION DAN PENERAPAN MODEL UTAUT TERHADAP USER ACCEPTANCE DIGITAL PAYMENT IN QUICK
RESPONSE INDONESIAN STANDARD (QRIS)
Universitas Katolik Widya
Mandira
Vianycecilia1201@gmail.com,
Kornelis.kroon82@gmail.com
Abstrak
penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Performance
Expectancy berpengaruh positif
terhadap Behavioral intention. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang menganalisis
data-data secara kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut
untuk memperoleh kesimpulan. Digital payment menggunakan QRIS dipercaya sebagai bentuk pengembangan
fintech yang mampu memberikan
berbagai keuntungan bagi penggunanya (performance
expectancy). Kehadiran QRIS dapat membantu pengguna
dalam meningkatkan performasi kinerjanya. Manfaat kinerja yang didapatkan mampu
mendorong minat masyarakat untuk menggunakan aplikasi dan layanan digital payment sebagai alternatif
pembayaran modern
Kata
kunci: Digital payment, Behavioral Intention, Model
UTAUT
Abstract
This study aims to find out whether Performance
Expectancy has a positive effect on Behavioral Intention. This type of research
is quantitative research, namely research that analyzes data
quantitatively/statistically, with the aim of testing the established
hypotheses and then interpreting the results of the analysis to obtain
conclusions. Digital payment using QRIS is believed to be a form of fintech
development that is able to provide various benefits for its users (performance
expectancy). The presence of QRIS can help users improve their performance. The
performance benefits obtained are able to encourage public interest in using
digital payment applications and services as an alternative to modern payments
Keywords: Digital payment, Behavioral Intention, Model UTAUT
Pendahuluan
Pengaruh
perkembangan teknologi berdampak besar pada kehidupan sehari-hari masyarakat yang serba digital. Pertumbuhan pesat di era digital dapat membantu memperoleh informasi dan mempermudah masyarakat dalam penyelesaian pekerjaan secara efektif dan efisien dengan berbagai kecanggihan yang ditawarkan,
salah satunya layanan dalam keuangan digital yang biasanya dikenal dengan fintech atau financial technology. Financial technology adalah sebuah inovasi yang menggabungkan antara teknologi yang ada dan fitur keuangan (Chen, Wu, & Yang, 2019). Inovasi yang dilakukan
lebih bertujuan pada memberikan kemudahan akses, transparansi, kenyamanan, praktis dan efisien. Salah satu hal yang terlihat jelas dari perkembangan
fintech, salah satunya adalah
digital payment.
Digital payment merupakan salah satu
jenis fintech yang dapat
menggantikan peran lembaga keuangan di Indonesia dengan menyediakan tiga layanan utama
Bank Indonesia, yaitu payment, clearing and settlement. Selain itu, digital payment juga diharapkan
mampu mengurangi peredaran uang tunai di masyarakat. Hal ini sejalan dengan program yang dicanangkan
Bank Indonesia tahun 2014, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) tentang menyadarkan masyarakat Indonesia
untuk mengurangi penggunaan
uang tunai sebagai alat pembayaran dan beralih ke metode cashless.
Berdasarkan data pada Bank
Indonesia, terdapat 38 dompet
digital yang sudah terdaftar dan memiliki
lisensi resmi. Diantaranya 5 teratas yaitu Gopay, Ovo, Dana, LinkAja dan Jenius. Dompet digital sebagai salah satu alat pembayaran
mempermudah transaksi antara pembeli dan penjual (merchant). Berbagai
dompet digital menggunakan
system QR code dalam pembayaran,
dianggap sebagai sesuatu yang inovatif karena memberikan kemudahan dan kecepatan baik dalam segi system maupun pendataan. Manfaat yang diberikan QR code
adalah penyimpanan dan keberadaan data yang valid serta manfaat secara fisik yang bertahan lama (Akbar, Silvana, & Alizar, 2019). Namun karena setiap jenis dompet
digital memiliki QR code tersendiri,
mengaitkan jenis pembayaran ini menjadi kurang efisien dikarenakan adanya biaya tambahan, tidak semua merchant menyediakan semua pembayaran dengan berbagai macam dompet digital, dan juga ketidaksamaan
aplikasi antara merchant dan konsumen. Oleh karena masalah terkait efisiensi tersebut, maka pada tanggal 1 Januari 2020,
Bank Indonesia merilis standar
penggunaan QR code di Indonesia dengan nama Quick Response Code Indonesia Standard yang pada masa ini dikenal dengan istilah QRIS. Bank
Indonesia mewajibkan seluruh
penyedia dompet digital
untuk menggunakan QRIS. QRIS yang merupakan
pengembangan oleh BI dan Asosiasi
Sistem Pembayaran Indonesia
(ASPI), berguna untuk memfasilitasi
transaksi pembayaran dengan basis pada server di Indonesia sesuai
dengan ketentuan BI yang mengatur mengenai GPN. Dengan mengusung tema UNGGUL (Universal, Gampang,
Untung dan Langsung) diharapkan
dengan kehadiran QRIS dapat membawa keuntungan
bagi setiap sektor masyarakat karena transaksi oembayaran yang menjadi lebih cepat,
praktis dan efisien.
Penggunaan QRIS menjadi
trend positif, mengingat
manfaatnya yang sangat efisien
dalam system pembayaran
non-tunai dengan hanya menggunakan satu jenis QR code saja untuk berbagai jenis pembayaran. Berdasarkan data Bank Indonesia 2021, jumlah
merchant pengguna QRIS sebanyak
12,2 juta. Angka ini meningkat
tajam hingga 297,1% dibandingkan laporan awal tahun 2020 sebanyak 3,08 juta merchant
saja. Merchant yang paling banyak
menggunakan QRIS yaitu merchant
pada usaha mikro, diikuti usaha kecil,
dan terakhir yaitu usaha menengah.
Begitu juga dengan
pemerintah Provinsi NTT bekerjasama dengan Bank Indonesia
telah mendorong penggunaan QRIS dalam digital
payment system sehinggga jumlah
merchant pengguna QRIS naik drastic dari tahun 2020 ke tahun 2021, dimana awal tahun 2020 hanya 11.023 hingga desember 2021 total pengguna QRIS
sebanyak 93.038 merchant, atau
dengan kata lain kenaikan merchant
QRIS meningkat sebesar
199,21% dari tahun 2020 ke tahun 2021.
Gambar 1 Perkembangan Jumlah Merchant QRIS di Provinsi
NTT
Tingginya penggunaan
QRIS sebagai media bayar, menggambarkan tingginya jumlah pengguna yang memanfaatkan QRIS sebagai salah satu media bayar berbasis digital yang ditunjukkan
lewat niat perilaku konsumen (behavioral
intention) tersebut. Mengingat
QRIS ini masih cukup baru dikalangan masyarakat tetapi sudah banyak yang memanfaatkannya, penelitian ini bertujuan untuk melihat niat perilaku
(behavioral intention) konsumen dalam menggunakan QRIS. Salah satu teori yang dapat membuktikan niat perilaku (behavioral
intention) untuk pemanfaatan teknologi ini adalah Unified Theory of Acceptance and Use of
Technology (UTAUT). Teori yang
dikembangkan oleh Venkatesh ini menggambarkan
penerimaan pengguna terhadap teknologi. UTAUT yang merupakan gabungan dari delapan model yang sudah ada dan menggabungkannya dalam satu konsep
utama yang dapat dengan jelas melihat
reaksi penerimaan pengguna terhadap teknologi dapat dipahami dengan baik (Venkatesh, Thong, & Xu, 2016). Konstruk utama
yang menjadi kunci dalam teori UTAUT ini adalah Performance expectancy (ekspetasi
kinerja), Effort expectancy (ekspetasi usaha), Social
Influence (pengaruh social) dan Facilitating
Conditions (kondisi fasilitas)
yang diindikasikan memiliki
pengaruh secara langsung pada penggunaan suatu teknologi, yang berdasarkan penelitian ini teknologi yang dimaksud adalah digital payment menggunakan
QRIS. Variabel niat perilaku (behavioral intention) ditambahkan
untuk melihat bagaimana hubungannya dengan keempat variabel dalam model UTAUT.
Behavioral intention sendiri diartikan sebagai kemauan seorang konsumen dalam rangka untuk memilih, menggunakan, atau bahkan membuang
sebuah produk atau jasa. Jadi seorang konsumen dapat memberitahu pengalamannya dalam memilih, membeli, memberitahukan orang mengenai pengalamannya sampai pada membuang produk atau jasa yang dipilih (Mowen,
2002).
Sedangkan menurut
(Kotler, 2012), behavioral intention adalah suatu keadaan dimana
seseorang mempunyai sikap loyal terhadap sebuah produk dan jasa, dan dengan rela merekomendasikannya kepada orang lain.
Berdasarkan dari
beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa behavioral
intention merupakan sebuah
sikap yang terbentuk sebagai akibat dari kenyamanan dan kesukaan menggunakan sebuah produk/jasa.
Sehingga apabila seseorang merasa nyaman dalam menggunakan
sebuah teknologi, maka orang tersebut akan merekomendasikannya pada
orang lain.
Terkait dengan hubungan antara keempat
variabel tersebut terhadap niat perilaku (behavioral intention),
beberapa hasil penelitian terdahulu masih menunjukkan adanya kesenjangan (gap),
seperti yang ditemukan oleh (Chaidir, Rois, & Jufri, 2021) bahwa dari 4
variabel yang diprediksikan mempengaruhi niat berperilaku menggunakan
m-banking, hanya Effort expectancy
yang tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku (behavioral intention),
sedangkan Performance expectancy, Social Influence, dan Facilitating Conditionss berpengaruh
signifikan terhadap niat berperilaku (behavior intention) menggunakan
m-banking. (Wijaya & Handriyantini, 2020) dalam
penelitiannya menemukan bahwa secara parsial, variabel Effort expectancy dan Facilitating
Conditionss memiliki pengaruh yang signifikan terhadap behavioral intention. Sedangkan variabel Performance expectancy dan Social
Influence tidak berpengaruh secara signifikan terhadap behavioral intention. Selain itu, hasil penelitian (Andrianto, 2020) menemukan bahwa
secara parsial, variabel Performance
expectancy, Effort expectancy, Social Influence, dan Facilitating Conditions tidak
berpengaruh signifikan terhadap behavioral
intention. Di sisi lain, hasil penelitian (Heryanto & Tjokrosaputro, 2021) menunjukkan
bahwa variabel Performance expectancy,
Effort expectancy, Social Influence, dan Facilitating Conditions, secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel behavioral
intention. Sementara hasil penelitian Achiriani dan Hasbi (2021)
menunjukkan bahwa variabel Performance
expectancy, Effort expectancy,
dan Social Influence, secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel behavioral
intention.
Oleh sebab itu penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh 4 variabel UTAUT terhadap behavioral
intention dalam melihat
minat konsumen terhadap penggunaan QRIS sebagai digital payment.
Secara umum,
digital payment adalah bentuk
dari perkembangan fintech
yang secara umum dibagi menjadi e-money dan
e-wallet. Hal ini diatur dalam
peraturan BI nomor
20/6/PBI/2018 pasal 1 tentang
uang elektronik mengartikan
uang elektronik sebagai alat pembayaran mikro yang diterbitkan terbit atas dasar
nilai uang disetor kepada penerbit dan disimpan secara elektronik dalam media server
atau chip. Tujuan dihadirkannya uang elektronik adalah mengurangi tingkat penggunaan uang tunai sehingga dapat menciptakan cashless
society.
Kehadiran digital payment menjadi salah satu solusi yang mampu menyelesaikan masalah di bidang keuangan dengan adanya peningkatan
inklusi keuangan di
Indonesia, yang diharapkan mampu
meningkatkan efisiensi keuangan melalu partisipasi masyarakat yang meningkat tentang keuangan formal (Hanantasena, 2016).
Dalam peraturan
BI nomor 19/12/PBI/2017, BI mengatur
seluruh penyelenggaraan e-wallet
sebagai bentuk dukungan kehadiran digital
payment di Indonesia. Begitu juga dengan laporan yang diluncurkan, Bank Indonesia melaporkan
terdapat 38 dompet digital
yang telah terdaftar dan secara resmi mempunyai
lisensi (Bank Indonesia, 2018).
Quick Response Indonesia Standard atau yang lebih sering disebut sebagai QRIS adalah standar QR code pembayaran
yang dikembangkan oleh Bank Indonesia dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) (www.bi.go.id). Sebelum diberlakukannya QRIS, merchant harus
menyediakan berbagai jenis aplikasi pembayaran di tokonya. Pelanggan yang memakai system pebayaran non tunai, harus memastikan bahwa aplikasi bayarnya sama dengan
yang ada pada merchant. Namun,
setelah diberlakukannya
QRIS, merchant tidak perlu
menyiapkan berbagai jenis aplikasi pembayaran. Merchant hanya
perlu menyediakan satu QR code, dan pelanggan
dapat menggunakan seluruh jenis aplikasi
pembayaran untuk membayar (Sihaloho, 2020).
Performance expectancy adalah tingkat keyakinan seseorang terhadap sebuah system yang dapat meningkatkan dan memberi keuntungan-keuntungan
pada pekerjaan yang dilakukan
(Venkatesh & Morris, 2003). Performance expectancy menggabungkan beberapa variabel model penelitian user
acceptance, yaitu Persepsi
terhadap kegunaan (perceived
usefulness) dimana persepsi
ini menjelaskan mengenai keuntungan yang didapat ketika menggunakan sebuah system (Alaeddin, Rana, Zainudin, &
Kamarudin, 2018),
motivasi ekstrinsik (extrinsic
motivation) yaitu kinerja
suatu aktivitas yang berperan dalam mencapai hasil yang berbeda dan bernilai dari aktivitas itu sendiri (Teo, Lim, & Lai, 1999), kesesuaian pekerjaan
(job fit) yang didefinisikan sebagai bagaimana dengan adanya sebuah
sistem dapat meningkatkan kinerja seseorang (Venkatesh, Morris, Davis, & Davis,
2003),
keuntungan relatif (relative
advantage) yaitu sebuah
persepsi yang mengatakan bahwa jika sebuah
pekerjaan menggunakan inovasi, maka hal
tersebut akan lebih baik daripada hal-hal yang terdahulu. dan ekspetasi-ekspetasi hasil (outcome
expectations) yang menyatakan bahwa
konsekuensi-konsekuesi yang diyakini
atas perilaku yang dilakukan.
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui Performance Expectancy berpengaruh positif terhadap Behavioral intention 2. Mengetahui
Effort expectancy berpengaruh positif terhadap Behavioral
intention 3. Mengetahui Social Influence berpengaruh positif terhadap Behavioral intention 4. Mengetahui
Facilitating Conditionss berpengaruh
positif terhadap Behavioral
intention 5. Mengetahui Behavioral Intention berpengaruh positif
terhadap Use Behavioral
Metode
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif, yakni penelitian yang menganalisis data-data secara
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut untuk
memperoleh kesimpulan. Jenis penelitian kuantitatif dalam penelitian ini adalah
mengolah data dalam bentuk kuesioner kemudian mengambil kesimpulan dari
analisis data-data tersebut dengan bantuan alat analisis statistik
(Sugiyono, 2013). Penyebaran
kuesioner akan dilakukan kepada para pengguna QRIS di Kota Kupang.
Hasil dari survei tersebut nantinya akan diolah dan dianalisis peneliti menggunakan software AMOS 24.
Populasi penelitian ini adalah seluruh individu yang belum
pernah menggunakan QRIS yang ada di Kota Kupang. Peneliti
telah menentukan kriteria khusus dalam pengambilan sampel. Ukuran sampel yang
harus dipenuhi dalam analisis SEM minimal 150 sampel (Imam Ghozali, 2016). Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik convenience
sampling, dimana teknik
ini adalah teknik dalam pengambilan sampel didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan dalam pengambilannya (Ghozali,
2018).
Peneliti mengumpulkan data melalui
penyebaran kuesioner dengan menggunakan aplikasi Google Form (primer). Link kuesioner
dibagikan kepada responden melalui whatsapp
dan direct message instagram. Kriteria yang
harus dipenuhi adalah calon responden
pria/ wanita yang pernah melakukan pembayaran non tunai lewat QRIS. Usia responden minimal 17 tahun karena dianggap telah
mampu memahami item pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Skala Likert 7 poin (nilai 1
untuk pilihan sangat tidak setuju sampai dengan 7 untuk pilihan sangat setuju) dipilih
peneliti sebagai skala pengukuran untuk menghindari jawaban netral.
Hasil dan Pembahasan
Analisis Statistika
Deskriptif
Karakteristik responden meliputi gender, usia, status pekerjaan, latar belakang pendidikan, dan frekuensi penggunaan QRIS dalam satu minggu.
Total respon kuesioner yang
diterima sebanyak 291 tetapi yang dapat diolah hanya sebesar
288 karena ada 3 responden yang tidak menggunakan aplikasi digital payment tetapi
tetap mengisi kuesioner penelitian ini.
Informasi proporsi gender responden
dapat dilihat pada tabel 1. Responden wanita mendominasi dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden wanita lebih banyak dibandingkan
pria karena beberapa calon responden pria menyampaikan kepada peneliti bahwa mereka tidak memenuhi
kriteria untuk mengisi kuesioner ini (tidak pernah
menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran).
Tabel 1 Gender
Gender |
Jumlah Responden |
Persentase |
Pria |
98 |
34,03% |
Wanita |
190 |
65,97% |
Total |
288 |
100% |
Tabel 2 menunjukkan
proporsi usia responden. Pengguna QRIS terbanyak berusia 23-28 tahun sebesar 46,53% diikuti dengan golongan usia 17-22 tahun sebesar 28,82%. Responden
pada golongan usia
ini diduga tingkat produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan
kalangan usia lainnya sehingga dianggap lebih mudah untuk menerima kehadiran dan menggunakan metode pembayaran modern (digital
payment).
Tabel 2 Usia
Usia (tahun) |
Jumlah Responden |
Persentase |
17-22 |
83 |
28,82% |
23-28 |
134 |
46,53% |
29-34 |
25 |
8,68% |
35-40 |
18 |
6,25% |
41-46 |
4 |
1,39% |
>46 |
24 |
8,33% |
Total |
288 |
100% |
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat partisipan
pengisian kuesioner didominasi oleh responden berlatar belakang pendidikan S1 sebesar 59,38%.
Tabel 3 Latar
Belakang Pendidikan
Pendidikan |
Jumlah Responden |
Persentase |
SMA/ sederajat |
55 |
19,10% |
D3 |
9 |
3,13% |
S1 |
171 |
59,38% |
S2 |
39 |
13,54% |
S3 |
14 |
4,86% |
Total |
288 |
100% |
Tabel 4 menunjukkan
responden dengan status pelajar/ mahasiswa merupakan pengguna QRIS yang paling banyak
dibandingkan responden dengan status pekerjaan lain. Pada umumnya, pelajar dan mahasiswa adalah individu yang memiliki hubungan erat dengan teknologi.
Seluruh kegiatan
yang mereka lakukan di dalam/ luar lingkungan
pendidikan tidak lepas dari perkembangan
teknologi sehingga mereka dianggap lebih mudah untuk menerima perkembangan sistem pembayaran (digital
payment).
Tabel 4 Status Pekerjaan
Pekerjaan |
Jumlah Responden |
Persentase |
Mahasiswa/ Pelajar |
105 |
36,46% |
Ibu Rumah Tangga |
7 |
2,43% |
Wiraswasta/ Pengusaha |
22 |
7,64% |
Guru/ Dosen |
46 |
15,97% |
Karyawan |
91 |
31,60% |
Pekerjaan lainnya |
17 |
5,90% |
Total |
288 |
100% |
Tabel 5 menunjukkan
frekuensi penggunaan digital payment. Mayoritas
responden menggunakan digital payment hanya
sebanyak 1-3 kali dalam kurun waktu satu
minggu. Hal ini patut diduga
karena masih banyak transaksi di
Indonesia khususnya NTT yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan digital payment sehingga
mereka masih menggunakan sistem pembayaran lama.
Analisis
Kualitas Data
Uji
Validitas
Item pertanyaan kuesioner dianggap valid jika hasil pengujian dengan menggunakan Bivariate Pearson memiliki
nilai probabilitas (Sig. 2 tailed) lebih
kecil dari 0.05. Tabel 5 menunjukkan hasil analisis validitas.
Tabel 5 Hasil Uji Validitas
Item
Pertanyaan |
Sig. (2 tailed) |
Simpulan |
PE1 |
0,000 |
Valid |
PE2 |
0,000 |
Valid |
PE3 |
0,000 |
Valid |
PE4 |
0,000 |
Valid |
EF1 |
0,000 |
Valid |
EF2 |
0,000 |
Valid |
EF3 |
0,000 |
Valid |
SI1 |
0,000 |
Valid |
SI2 |
0,000 |
Valid |
CS1 |
0,000 |
Valid |
CS2 |
0,000 |
Valid |
FC1 |
0,000 |
Valid |
FC2 |
0,000 |
Valid |
FC3 |
0,000 |
Valid |
BI1 |
0,000 |
Valid |
BI2 |
0,000 |
Valid |
Uji
Reliabilitas
Hasil uji reliabilitas seluruh
item pertanyaan
kuesioner reliable
(dapat diandalkan) karena telah memenuhi
kriteria yang tertulis dalam tabel 3.1 dengan nilai cronbachs alpha 0,826. Hal ini menunjukkan
bahwa kuesioner dalam penelitian ini konsisten dari
waktu ke waktu.
Tabel 6 Hasil Uji Reliabilitas
Total Item |
Nilai Cronbachs
Alpha |
Keterangan |
15 |
0,826 |
Sangat reliable |
Uji SEM
SEM adalah teknik multivariat yang digunakan untuk menguji hubungan
recursive (timbal balik)
maupun non
recursive antar variabel yang kompleks. Peneliti memilih menggunakan program AMOS
23 untuk menganalisis dan menguji model hipotesis.
Sebuah model penelitian dapat digunakan jika memenuhi goodness of
fit, maka dari itu sebelum menguji
model penelitian peneliti terlebih dahulu melakukan composite
indicators. Composite indicators adalah pengukuran indikator konstruk yang menggambarkan derajat indikator konstruk laten yang tidak terlihat (Ariani,
2012). Sebelum melakukan composite indicators peneliti
menghitung lambda
(λ)
dan epsilon (ε) digunakan
untuk menyusun model persamaan
struktural dalam program
AMOS Basic. Metode ini peneliti lakukan
sebagai langkah untuk memodifikasi model penelitian agar dapat memenuhi kriteria goodness of fit.
Tabel 7 Lambda dan Epsilon
Konstruk |
Lambda (λ) |
Epsilon (ε) |
PE |
0,27164 |
0,03053 |
EF |
0,17937 |
0,01278 |
FC |
0,10521 |
0,01172 |
Uji
Model SEM
Tabel 8 menunjukkan bahwa delapan dari sembilan
kriteria yang telah ditetapkan memenuhi uji kelayakan model. Indeks goodness of fit bukan
suatu jaminan bahwa model yang digunakan adalah benar, tetapi
hanya untuk melihat baik atau
buruknya model tersebut (Hair,
J. F., et al, 2014).
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai chi-square sebesar
43,807 (p-value= 0,022 < 0,05). Hal ini berarti estimated population covariance tidak sama dengan sample covariance.
Tabel 8 Goodness of Fit Indices (GoFI)
GoFI |
Hasil |
Keterangan |
CMIN |
CMIN = 43,807 dengan p-value = 0,022 < 0,05 |
Not
Achieved |
CFI |
0,985
≥ 0,90 |
Achieved |
GFI |
0,971
≥ 0,90 |
Achieved |
AGFI |
0,942
≥ 0,80 |
Achieved |
NFI |
0,963
≥ 0,90 |
Achieved |
TLI |
0,976
≥ 0,90 |
Achieved |
RMSEA |
0,047
≤ 0,08 |
Achieved |
χ2/df |
1,622
≤ 2,00 |
Achieved |
Uji Hipotesis
Berikut adalah hasil
perhitungan AMOS 23 untuk pengujian hipotesis dan ringkasan hasil hipotesis:
Gambar 2 Hasil Analisis
Jalur SEM AMOS
Hipotesis |
Sig. |
Keputusan |
H1 |
P < 0,001 |
Terdukung |
H2 |
P = 0,188 |
Tidak Terdukung |
H3 |
P = 0,039 < 0,05 |
Terdukung |
H4 |
P = 0,009 < 0,05 |
Terdukung |
H5 |
P = 0,007 < 0,05 |
Terdukung |
H6 |
P = 0,918 |
Tidak Terdukung |
Pembahasan
PE
terhadap Behavioral Intention
H1: PE berpengaruh positif terhadap Behavioral
intention
Analisis sebelumnya
menunjukkan hipotesis 1 dinyatakan terdukung bahwa PE berpengaruh positif terhadap behavioral intention dilihat
dari p-value
< 0,001. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian milik Venkatesh
et al., (2000) dan Kusuma
& Puspaningsih (2016) yang menyatakan
bahwa performance
expectancy seorang individu
mampu meningkatkan minat individu tersebut dalam menggunakan sistem teknologi dan informasi.
Digital payment dipercaya responden
sebagai bentuk pengembangan teknologi di bidang keuangan yang mampu memberikan keuntungan-keuntungan kinerja
bagi penggunanya. Kehadiran
digital payment dapat
membantu pengguna dalam meningkatkan performasi kinerja penggunanya. Manfaat yang didapatkan dari penggunaan digital
payment mendorong minat
masyarakat untuk menggunakan
aplikasi dan layanan digital payment. Hasil ini menunjukkan bahwa aplikasi dan layanan digital payment berperan
langsung dalam aktivitas sehari-hari masyarakat Indonesia.
EF terhadap Behavioral Intention
H2: EF berpengaruh
positif terhadap behavioral
intention
Berdasarkan analisis sebelumnya, hipotesis 2 dinyatakan tidak terdukung bahwa EF tidak mampu mempengaruhi
intention to use digital payment dilihat dari p-value=
0,188 > 0,05. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian milik Venkatesh
et al. (2000) dan Marchewka
& Kostiwa (2007) yang menyatakan
bahwa ekspektasi kemudahan penggunaan SI mampu mendorong minat penggunanya.
Peneliti menduga hal ini terjadi karena peneliti menghilangkan variabel moderasi usia dan gender yang dimungkinkan mampu memberikan hasil yang berbeda. Dugaan lain karena pembayaran menggunakan QRIS masih tergolong
baru sehingga menurut responden layanan dan fitur ini masih tergolong sulit untuk dipahami sehingga membutuhkan waktu yang lebih untuk mempelajari metode pembayaran digital
payment. Masyarakat masih merasa
membutuhkan usaha yang lebih dalam pengaplikasian
digital payment dan merasa asing dengan
kehadiran digital
payment sebagai salah satu
alternatif pembayaran.
SI terhadap Behavioral Intention to Use Digital Payment
H3: SI berpengaruh
positif terhadap intention to use digital payment
Analisis sebelumnya
menunjukkan hipotesis 3 dinyatakan terdukung bahwa SI berpengaruh positif terhadap behavioral
intention dilihat
dari p-value
0,039 < 0,05.
Hasil penelitian konsisten dengan penelitian milik Venkatesh
et al. (2000) namun bertolak belakang dengan hasil penelitian
milik Marchewka
& Kostiwa (2007) yang menyatakan
bahwa SI tidak mampu mendorong minat seseorang dalam menggunakan teknologi informasi.
Menurut responden, peran orang-orang yang mereka anggap penting sangat mempengaruhi minat mereka dalam menggunakan
QRIS sebagai salah satu metode dalam digital payment. Peneliti menduga hal ini terjadi karena banyak masyarakat Indonesia yang memutuskan untuk menggunakan QRIS karena
saran dan pengaruh dari lingkungannya. Beberapa orang memutuskan untuk menggunakan QRIS karena mendengar manfaat dan berbagai keuntungan yang didapatkan kerabatnya meskipun mereka belum merasakan secara langsung sehingga mereka tertarik untuk menggunakan aplikasi tersebut.
FC terhadap Use Behavioral
H4: FC berpengaruh
positif terhadap Use Behavioral
Analisis sebelumnya
menunjukkan hipotesis 4 dinyatakan terdukung bahwa FC mampu memberikan pengaruh positif terhadap use behavioral. Nilai sig atau p-value= 0,007
< 0,05. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian milik Venkatesh
et al. (2000) yang menyatakan
bahwa FC dapat meningkatkan perilaku (frekuensi) penggunaan digital payment.
Fasilitas yang dimiliki responden seperti smartphone, pengetahuan,
dan internet menjadi
faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi seberapa sering responden menggunakan QRIS sebagai alat pembayaran. Ketiga faktor ini tidak dapat dipisahkan.
Jika seseorang memiliki smartphone dan internet tetapi tidak
memiliki pengetahuan yang memadai tentang pengaplikasian digital
payment, mereka pasti enggan melakukan transaksi dengan bantuan digital
payment karena takut dengan berbagai risiko yang mungkin timbul begitu pula sebaliknya.
Behavioral Intention terhadap Use Behavioral of QRIS
H5: Behavioral Intention berpengaruh
positif terhadap use behavioral
Hipotesis 5 tidak didukung karena nilai sig atau p-value= 0,918. Hasil tersebut tidak
konsisten dengan penelitian milik Venkatesh
et al. (2000) dan Gao
& Deng (2012) yang menyatakan
bahwa intention
to use memiliki pengaruh
yang positif terhadap use behavioral.
Peneliti menduga hal
ini terjadi karena frekuensi penggunaan QRIS untuk bertransaksi
tidak semata-mata hanya dipengaruhi oleh minat penggunaan saja. Di Indonesia khususnya NTT masih banyak tempat
usaha yang belum dapat menerima pembayaran melalui QRIS khususnya
warung kaki lima dan warung
klontong. Beberapa tempat usaha masih
bertahan dengan menerima pembayaran menggunakan uang tunai.
Kesimpulan
Digital
payment menggunakan QRIS
dipercaya sebagai bentuk pengembangan fintech
yang mampu memberikan berbagai keuntungan bagi penggunanya (performance expectancy). Kehadiran QRIS dapat membantu
pengguna dalam meningkatkan performasi kinerjanya. Manfaat kinerja yang
didapatkan mampu mendorong minat masyarakat untuk menggunakan aplikasi dan
layanan digital payment sebagai
alternatif pembayaran modern
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Ricky, Silvana, Meza, &
Alizar, Aulia Fikiri. (2019). Perancangan Aplikasi Pembayaran Non Tunai untuk
Pengelolaan Bisnis Pencucian Mobil dengan Memanfaatkan Teknologi QR Code (Studi
Kasus: Oto Pro Car Wash & Detailling Padang). Prosiding Semnastek.
Alaeddin, Omar, Rana, A., Zainudin,
Zalina, & Kamarudin, Fakarudin. (2018). From physical to digital:
Investigating consumer behaviour of switching to mobile wallet. Polish
Journal of Management Studies, 17(2), 1830.
Andrianto, Aries. (2020). Faktor yang
mempengaruhi behavior intention untuk penggunaan aplikasi dompet digital menggunakan
model UTAUT2. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, 25(2), 111122.
Ariani, Dorothea Wahyu. (2012).
Relationship Motives , Personality , and Organizational Citizenship Behavior in
Academic Staffs in Indonesia. International Journal of Business and Social
Science, 3(20), 311319.
Chaidir, Taufiq, Rois, Ihsan, &
Jufri, Akhmad. (2021). Penggunaan Aplikasi Mobile Banking Pada Bank
Konvensional dan Bank Syariah di Nusa Tenggara Barat: Pembuktian Model Unified
Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Elastisitas-Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 3(1), 6176.
Chen, Mark A., Wu, Qinxi, & Yang,
Baozhong. (2019). How valuable is FinTech innovation? The Review of
Financial Studies, 32(5), 20622106.
Gao, Ting, & Deng, Yanhong.
(2012). A study on users acceptance behavior to mobile e-books application
based on UTAUT model. ICSESS 2012 - Proceedings of 2012 IEEE 3rd
International Conference on Software Engineering and Service Science, 376379.
https://doi.org/10.1109/ICSESS.2012.6269483
Ghozali, Ghozali. (2018). Hubungan
antara Kecanduan Penggunaan Smartphone dan Kualitas Tidur pada Mahasiswa
Semester VI Prodi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi
Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 23 (8th ed.). Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, J. F., William, J., Black, C.,
Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2014). Multivariate Data Analysis
(Seventh Ed). Pearson Educated Limited.
Hanantasena, B. (2016). Fintech
Penyokong Implementasi Ekonomi Digital di Indonesia. Channel Edisi, 65.
Heryanto, Heryanto, &
Tjokrosaputro, Miharni. (2021). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Behavioral
Intention Pengguna Mobile Banking BCA: Studi pada Gen Y. Jurnal Manajemen
Bisnis Dan Kewirausahaan, 5(4), 354359.
Kotler, Philip. (2012). Kotler on
marketing. Simon and Schuster.
Kusuma, Dermawan Hambara, &
Puspaningsih, Abriyani. (2016). Model Penerimaan User Dalam Implementasi SAP
(Systems Application and Product) dengan Menggunakan Model UTAUT. Jurnal
Aplikasi Bisnis, 15(9), 17991822.
https://doi.org/10.20885/jabis.vol15.iss9.art3
Marchewka, Jack, & Kostiwa, Kurt.
(2007). An Application of the UTAUT Model for Understanding Student Perceptions
Using Course Management Software. Communications of the IIMA, 7(2),
10.
Sugiyono. (2013). Metode
Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
(Bandung: Alfabeta).
Teo, Thompson S. H., Lim, Vivien K.
G., & Lai, Raye Y. C. (1999). Intrinsic and extrinsic motivation in
Internet usage. Omega, 27(1), 2537.
Venkatesh, Viswanath, Davis, Fred D.,
Venkatesh, Viswanath, & Davis, Fred D. (2000). A Theoretical Extension
of the Technology Acceptance Model : Four Longitudinal Field Studies.
(October 2018), 185204.
Venkatesh, Viswanath, Morris, Michael
G., Davis, Gordon B., & Davis, Fred D. (2003). User acceptance of
information technology: Toward a unified view. MIS Quarterly, 425478.
Venkatesh, Viswanath, Thong, James Y.
L., & Xu, Xin. (2016). Unified theory of acceptance and use of technology:
A synthesis and the road ahead. Journal of the Association for Information
Systems, 17(5), 328376.
Wijaya, Krisna, & Handriyantini,
Eva. (2020). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Behavioral Intention pada Online
Marketplace Menggunakan Model UTAUT (Studi Kasus: Shopee). Prosiding Seminar
SeNTIK, 4(1), 323332.