PENGARUH PENDAPATAN, GAYA HIDUP, DAN RELIGIOSITAS TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

 

Adib Fachri1, Zulaikah2

UIN Raden Intan Lampung

Email: adibfachri@radenintan.ac.id, zulaikah@radenintan.ac.id

 

Abstrak

Perilaku konsumen merupakan sebuah sikap, tindakan seseorang dalam aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak hanya di kota, di desa faktor internal maupun faktor eksternal perilaku masyarakat berperan terhadap keputusan pembelian. Khususnya kelompok ibu-ibu pengajian di lingkungan pesantren yang aktif dalam aktifitas keagamaan di desa Baktirasa Lampung Selatan. Kelompok masyarakat ini memiliki rata-rata pendapatan yang rendah akan tetapi gaya hidup, aktivitas kelompok turut mendorong dalam keputusan pembelian produk fashion. Nilai-nilai hedonis dan dorongan ekternal menjadikan masyarakat mengkonsumsi barang tanpa memikirkan kemampuan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk meganalisis apakah perilaku konsumen di desa ini dipengaruhi oleh pendapatan, gaya hidup, dan religiositas. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan populasi Ibu-ibu pengajian dengan teknik pengambilan sampel secara proporsional di masing-masing dusun. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial Pendapatan dan Gaya hidup berpengaruh positif signifikan serta Religiositas berpengaruh negatif signifikan terhadap keputusan pembelian. Perilaku keputusan pembelian ibu-ibu pengajian di Desa Baktirasa belum sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi Islam, meskipun memiliki nilai religiusitas tetapi gaya hidup memiliki nilai pengaruh yang lebih besar.

 

Kata kunci: pengaruh pendapatan; gaya hidup; religiositas

 

Abstract

Consumer behavior is an attitude, a person's actions in activities to fulfill their life needs. Not only in cities, in villages internal and external factors, people's behavior plays a role in purchasing decisions. In particular, the group of recitation mothers in the Islamic boarding school environment who are active in religious activities in the Baktirasa village of South Lampung. This group of people has a low average income, but their lifestyle and group activities also influence the decision to purchase fashion products. Hedonic values and external incentives make people consume goods without thinking about income capacity. This research aims to analyze whether consumer behavior in this village is influenced by income, lifestyle and religiosity. This research uses quantitative methods with a population of recitation mothers using proportional sampling techniques in each hamlet. The results of this research show that partially income and lifestyle have a significant positive effect and religiosity has a significant negative effect on purchasing decisions. The purchasing decision behavior of recitation mothers in Baktirasa Village does not fully follow Islamic economic principles, even though they have religiosity values, lifestyle has a greater influence.

 

Keywords: income effects; lifestyle; religiosity

 

Pendahuluan  

Salah satu fokus utama yang dikaji dalam ranah ekonomi Islam adalah perihal konsumsi. Peran konsumsi bersifat krusial dalam konteks ekonomi, baik itu pada tingkat individu, perusahaan, maupun negara. Dengan definisi umumnya, konsumsi mencakup serangkaian kegiatan ekonomi yang melibatkan pembelian barang dan jasa untuk tujuan pemakaian serta memenuhi kebutuhan individu atau kelompok (Sukirno, 2013). Menurut Setiadi, faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumsi dapat diuraikan dalam sejumlah aspek yang melibatkan kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi (acuan), dinamika keluarga, peran dan status individu, rentang umur serta tahapan dalam siklus hidup, jenis pekerjaan, kondisi ekonomi, pola gaya hidup, karakteristik kepribadian dan konsep diri, dorongan motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan, dan sikap. Setiap faktor ini, menurut Setiadi, berkontribusi dalam membentuk dan memengaruhi keputusan konsumsi seseorang, menciptakan kerangka pemahaman yang kompleks mengenai perilaku konsumtif yang melibatkan interaksi antara berbagai elemen kehidupan individu dalam konteks masyarakat dan lingkungannya (Setiadi & SE, 2019).

Konsumen dalam ilmu ekonomi konvensional diasumsikan selalu bertujuan untuk mencapai kepuasan (utilitas) melalui kegiatan konsumsinya. Asumsi ini menjadi dasar analisis perilaku konsumen dalam mencari cara memaksimalkan kepuasan pribadi melalui pilihan konsumtif (Adesy, 2016). Secara linguistik, utility dapat diartikan sebagai bermanfaat (useful), memberikan bantuan (helpful), atau memberikan keuntungan (advantage). Dalam konteks ini utility diinterpretasikan sebagai hak kepemilikan terhadap barang atau jasa yang dijelaskan sebagai sarana untuk memuaskan keinginan. Konsep utility mengimplikasikan bahwa memiliki atau menggunakan suatu barang atau jasa tidak hanya memberikan nilai, melainkan juga memberikan manfaat yang substansial untuk memenuhi kepuasan personal dan kebutuhan individual secara mendalam (Al Arif & Amalia, 2016). Apabila satu keinginan berhasil dipenuhi, akan muncul keinginan baru yang timbul; dengan demikian, manusia berupaya sepanjang hidupnya untuk memenuhi keinginan yang tak pernah berakhir. Meskipun demikian, semua itu tidak mampu memberikan kepuasan yang diharapkan bagi mereka (Rahman, 2002).

Terkait dengan maksud utama dari kegiatan konsumsi suatu barang atau jasa, ini diarahkan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup individu atau kelompok. Dalam perwujudan tujuan tersebut, individu atau kelompok mungkin belum tentu dapat memenuhi semua yang mereka butuhkan atau inginkan. Sebelum mengambil keputusan pembelian, konsumen sebaiknya memiliki motivasi atau tujuan yang jelas terkait dengan barang atau jasa yang akan dikonsumsi. Hal ini bertujuan agar konsumen dapat merespons berdasarkan kebutuhan, bukan semata berdasarkan keinginan semata (Setiadi & SE, 2019).

Disamping itu, guna memenuhi kebutuhan, masyarakat perlu mengevaluasi seberapa besar pendapatan yang dimilikinya. Pendapatan menjadi unsur yang sangat krusial dalam kehidupan masyarakat, karena melalui pendapatan, mereka dapat menilai sejauh mana kemampuan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup. Seperti yang diungkapkan oleh Hartini dalam penelitiannya, pendapatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat konsumsi(Hartini & Inggriani, 2020). 

Berperilaku dalam konsumsi sebaiknya menghindari sikap berfoya-foya, karena perilaku konsumtif yang bersifat berlebihan tidak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip nilai syariah, melainkan juga dapat dianggap sebagai indikator potensial terhadap ketidakstabilan dan gangguan dalam struktur sosial masyarakat. Dengan penyebaran yang luas, perilaku semacam ini dapat menimbulkan risiko serius terhadap kehancuran dan kemunduran dalam kehidupan Masyarakat (Hakim, 2012). Hal yang sama berlaku untuk konsep israf dalam Islam, di mana membelanjakan harta dengan berlebihan dan melakukan pemborosan (Tabdzir) tidak diperkenankan. Petunjuk ini dinyatakan dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra ayat 27:

“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

Dengan merujuk pada ayat di atas, Islam mengajarkan agar konsumsi masyarakat Muslim lebih difokuskan pada kebutuhan pokok, sejalan dengan tujuan syariat. Setidaknya, terdapat tiga tingkatan kebutuhan pokok, meliputi kebutuhan primer seperti makanan, minuman, tempat tinggal, kesehatan, rasa aman, pengetahuan, dan pernikahan. Kebutuhan sekunder merupakan tingkatan kebutuhan manusia yang mempermudah kehidupan, untuk menghindari kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan ini, meskipun tidak harus dipenuhi sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Sementara itu, kebutuhan pelengkap adalah kebutuhan yang dapat menciptakan kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan ini sangat terkait dengan bagaimana kebutuhan primer dan sekunder dipenuhi, sekaligus berkaitan dengan tujuan syariat (Nasution et al., 2015).

Rencana untuk memenuhi kebutuhan hidup mengharuskan adanya keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran, yang sesuai dengan fitrah manusia dan realitas kehidupan. Pada dasarnya, permintaan akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan, sementara permintaan akan berkurang jika pendapatan mengalami penurunan, dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Sesungguhnya, keseimbangan antara konsumsi dan pemasukan ini juga ditegaskan dalam firman Allah SWT pada QS. At-Talaq ayat 7:

    “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menguraikan tanggung jawab seorang ayah untuk memberikan upah kepada perempuan yang menyusui anaknya, disesuaikan dengan kapasitas ekonominya. Jika kemampuan ekonomi ayah hanya memungkinkan memberikan rezeki dalam jumlah yang terbatas, maka hanya sebatas itulah kewajibannya (Kemenag, 2022). Artinya, setiap individu diperbolehkan mengenakan pakaian yang indah, namun harus disesuaikan dengan kemampuannya, dan hal ini juga sebagai bentuk menunjukkan syukur atas nikmat Allah kepada hamba-Nya. Karunia yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya berupa harta dan semangat untuk mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan ketentuan syariat yang benar. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah SWT pada QS. An-Nisa ayat 6:

“.....barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam syariat Islam, diperbolehkan bagi seorang wali atau kepala rumah tangga yang memperoleh kekayaan atau hidup dalam keadaan sejahtera untuk menerapkan pola hidup atau konsumsi yang sesuai dengan ajaran agama. Dalam konteks ini, sangat diinginkan agar mereka menahan diri dari menggunakan harta anak yatim, dan tindakan yang sepatutnya diambil hanyalah mengharapkan pahala dari Allah SWT. Sebaliknya, jika wali tersebut mengalami kemiskinan, maka seharusnya ia memanfaatkan harta anak yatim dengan cara yang adil dan tidak merugikan mereka. Penting untuk diingat bahwa bagi wali yang beriman, Allah SWT akan menjadi Pengawas yang cukup (Kemenag, 2022).

Apabila pola hidup atau pola konsumsi seseorang tidak sesuai dengan norma yang baik, dapat berdampak negatif pada perilaku konsumsi masyarakat secara umum, dan fenomena ini menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi. Kondisi masyarakat saat ini menimbulkan kekhawatiran, di mana banyak individu yang kurang cermat dalam mengelola pendapatan yang diperoleh. Sebagian besar dari pendapatan tersebut digunakan untuk mengonsumsi barang-barang yang tidak esensial, yang berada di luar kebutuhan pokok, dan kurang memperhatikan etika konsumsi. Banyaknya tindakan kriminal sering kali dapat dikaitkan dengan faktor ekonomi, terutama dalam konteks konsumsi untuk memenuhi gaya hidup (Az-Zahra & Adullah, 2023). Kondisi ekonomi yang sulit seringkali mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan kriminal sebagai upaya untuk memperoleh sumber daya atau barang yang diinginkan.

Menariknya, Baktirasa adalah sebuah desa dengan masyarakat yang berada dilingkungan pesantren yang riligius dengan mayoritas penduduknya adalah beragama muslim dengan pendapatan mayoritas sebagai seorang buruh tani dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung, Berdasarkan hasil observasi dan wawancara langsung dengan sekretaris desa Baktirasa, yakni Bapak Sujana, dijelaskan bahwa:

“Keadaan masyarakatnya terkait keadaan ekonomi ataupun pendapatan sangat beragam, dan mayoritas penghasilannya tidak tetap karna mayoritas buruh harian.  Akan tetapi untuk perilaku konsumsi baik kelas tinggi, menengah ataupun bawah tidak terlihat bedanya dimana masyarakat cenderung mulai terlihat bergaya hidup konsumtif, khususnya produk fashion dikalangan ibu-ibu yang paling signifikan seperti pakaian walaupun di belinya harus secara kredit.

Menurut pandangannya, faktor-faktor tersebut memiliki variasi, tidak hanya berkaitan dengan pendapatan, melainkan juga dipengaruhi oleh kebutuhan gaya hidup yang melibatkan elemen seperti gengsi. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang memainkan peran, seperti pengaruh dari kelompok pergaulan, termasuk kelompok pengajian, PKK, arisan, dan kelompok lainnya. Di sisi lain, masyarakat desa ini tergolong aktif dalam kegiatan keagamaan, seperti pengajian mingguan, bulanan, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya yang memberikan nasihat tentang cara hidup yang lebih baik (Sujana, 2024)

 

Metode

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan Jenis penelitian lapangan (field research), yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial baik individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber utama, yaitu data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner oleh peneliti sendiri, dan data sekunder yang mencakup informasi dari berbagai sumber seperti buku dan jurnal yang berhubungan dengan tema penelitian.

Sampel penelitian ini adalah ibu-ibu yang terlibat dalam kegiatan pengajian di Desa Baktirasa berjumlah 80 orang yang ditentukan dengan rumus slovin dari Populasi 410 orang. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada pertimbangan peneliti terkait lingkungan masyarakat yang religius dan kemudahan akses ibu-ibu tersebut untuk melakukan kegiatan berbelanja. Selanjutnya peneliti melakukan teknik proportional random sampling yaitu pengambilan sampel secara proporsional dilakukan dengan pengambilan subjek dalam masing-masing wilayah (dusun). Ditententukan secara seimbang dengan banyak subjek dari masing-masing dusun.  Tujuan agar dari masing-masing wilayah mewakili daerah tersebut.

 

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

B

Std. Error

Beta

(Constant)

34.287

5.166

 

6.638

.000

Pendapatan

1.473

.637

.239

2.314

.023

Gaya Hidup

.212

.077

.298

2.747

.008

Religiositas

-.137

.054

-.271

-2.525

.014

Dependent Variable: Keputusan Pembelian

Hasil Uji Regresi Linier Berganda Desa Baktirasa

Sumber : data primer diolah tahun 2024

 

Berdasarkan tabel coefficients 4.51 di atas, dapat diperoleh hasil persamaan regresi desa Baktirasa sebagai berikut:

 

Persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa hubungan antara variabel independen dengan dependen adalah:

a.       Nilai konstanta 34.287 artinya jika pendapatan (X1), gaya hidup (X2), dan religiostitas (X3) adalah 0 (nol), maka tingkat keputusan pembelian (Y) nilainya adalah 34,287.

b.      Koefisien regresi variabel pendapatan (X1) sebesar 1.473, maka setiap peningkatan 1% pada pendapatan itu akan meningkatkan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu desa Baktirasa sebesar 1,473.

c.       Koefisien regresi variabel gaya hidup (X2) sebesar 0,212, maka setiap peningkatan 1% dorongan gaya hidup itu akan meningkatkan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu desa Baktirasa sebesar 0,212.

d.      Koefisien regresi variabel religiositas (X3) sebesar -0,137, maka setiap peningkatan 1% nilai religiositas maka itu akan menurunkan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu desa Baktirasa sebesar 0,137.

 

Tabel 2 Hasil Uji F

ANOVAa

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Desa Baktirasa

Regression

553.483

4

138.371

5.675

.000b

Residual

1828.833

75

24.384

 

 

Total

2382.316

79

 

 

 

a. Dependent Variable: Keputusan Pembelian

b. Predictors: (Constant), Pendapatan, Gaya Hidup, dan Religiositas

Sumber : data primer diolah tahun 2024

 

Berdasarkan tabel 4.57, diketahui bahwa Fhitung pada desa Baktirasa adalah 5,675 dengan signifikansi 0,000. Adapun nilai Ftabel diperoleh nilai dari perhitungan df 1(k-1) atau 4-1=3 dan df 2 (n-k) atau 80-4 =76 menghasilkan Ftabel sebesar 2,72. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Fhitung > Ftabel atau tabel desa Baktirasa 5,675>2,72. Artinya variabel independen Pendapatan (X1), Gaya hidup (X2), Religiositas (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap Keputusan Pembelian (Y) di dilingkungan ibu-ibu desa Baktirasa.

 

Tabel 3 Hasil Uji Koefisien determinasi (R2)

Desa Baktirasa dan Sukapura

Model Summary

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

 Desa Baktirasa

.482a

.232

.191

4.938

 Predictors: (Constant), Religiositas, Kelompok Acuan, Pendapatan, Gaya Hidup

Sumber : data primer diolah tahun 2019

 

Berdasarkan tabel 4.58 hasil uji koefisien determinan dapat dijelaskan bahwa nilai R square variabel pendapatan, gaya hidup, dan religiuoitas dapat mempengaruhi variabel keputusan pembelian ibu-ibu di desa Baktirasa sebesar 0,232 atau sebesar 23,2% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh factor lainnya diluar penelitian ini sebesar 0,768 atau 76,8%.

 

Pembahasan

Pengaruh pendapatan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu di desa Baktirasa

Hasil pengujian hipotesis variabel pendapatan (X1) di desa Baktirasa memiliki nilai Thitung 2,314> Ttabel1,992 dengan signifikansi 0,023<0,05 dan Sukapura memiliki nilai Thitung 2,404> Ttabel1,992 dengan signifikansi 0,019<0,05. Koefisien regresi variabel pendapatan (X1) bernilai positif, di desa Baktirasa sebesar 1,473 dan desa Sukapura 1,492. Artinya secara parsial pendapatan (X1) di desa Baktirasa dan Sukapura berpengaruh signifikan dan positif terhadap keputusan pembelian ibu-ibu pengajian pada saat membeli produk fashion. Semakin tinggi tingkat pendapatan ibu-ibu kelompok pengajian maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian terhadap produk fashion.

Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa tingkat pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling penting untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga. Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga maka tingkat konsumsi akan semakin tinggi (Manurung, 2008). Hasil penelitian ini mendukung penelitian (Hartini & Inggriani, 2020), (Manalu & Roshinta, 2021), dan (Edy et al., 2020) yang menjelaskan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian. Artinya semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan menjadikan seseorang lebih mudah untuk memutuskan pembelian.

Pengaruh gaya hidup terhadap keputusan pembelian ibu-ibu di desa Baktirasa.

Hasil uji hipotesis secara parsial dengan SPSS 25 dapat dijelaskan bahwa pada variabel gaya hidup nilai Thitung desa Baktirasa sebesar 2,747 dengan signifikansi 0,008 dengan signifikansi 0,000. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel gaya hidup di desa Baktirasa memiliki nilai Thitung 2,747>Ttabel1,992 dengan signifikansi 0,008<0,05. Artinya gaya hidup di desa Baktirasa secara parsial berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu pengajian pada saat membeli produk fashion. Dengan nilai koefisien positif gaya hidup (X2) desa Baktirasa sebesar 0,212 menunjukan semakin tinggi dorongan gaya hidup pada ibu-ibu maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian produk fashion baik di desa Baktirasa maupun Sukapura.

Gayahidup adalah gaya yang lebih menunjukan bagaimana individu menjalankan kehidupannya. Dimana gaya hidup konsumen merupakan suatu pola konsumsi yang mereflesikan pilihan individu dalam hal bagaimana menghabiskan uang dan waktunya (Solomon, 2018). Gaya hidup lebih menggambarkan peilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Gaya hidup seringkali digambarkan dengan kegiatan, minat dan opini dari seseorang salah satunya dalam kegiatan belanja produk fahion. Di desa Baktirasa dimensi aktivitas merupakan faktor pendorong utama gaya hidup.

Selain teori tersebut penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni (Triadi et al., 2021), (Pratiwi & Patrikha, 2021), dan (Arsita, 2021) yang menjelaskan bahwa gaya hidup berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi gaya hidup seseorang akan menjadikannya lebih terdorong untuk melakukan pembelian terhadap barang yang sesuai dengan keinginan untuk memenuhi gaya hidupnya.

 

Pengaruh religiositas terhadap keputusan pembelian ibu-ibu di desa Baktirasa.

Berdasarkan hasil uji hipotesis secara parsial dengan SPSS 25 variabel religiositas (X4) di desa Baktirasa memiliki nilai Thitung  -2,525 > Ttabel1,992 dengan signifikansi 0,014<0,05. Artinya bahwa nilai religiositas di desa Baktirasa berpengaruh negative dan signifikan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu. Adapun Koefisien regresi variabel religiositas (X3) Desa Baktirasa sebesar -0,137, maka setiap peningkatan 1% nilai religiositas akan menurunkan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu desa Baktirasa sebesar 0,137. Dapat disimpulkan di Desa Baktirasa jika nilai religiositas ibu-ibu semakin tinggi maka tingkat keputusan pembelian terhadap produk fashion akan menurun atau berkurang.

Hal ini tercemin pada kondisi nilai religiositas di desa Baktirasa. Jawaban responden terkait nilai religioitas pengamalan merupakan hal terpenting serta didorong dengan keyakinan yang tinggi. Salah satu bukti pengamalan nilai religiositas ibu-ibu pengajian di desa Baktirasa adalah dengan memiliki program sedekah sebulan satu kali disertai dengan keyakinan bahwa Allah telah menetapkan rezeki bagi setiap manusia. Selain itu kelompok pengajian di desa ini sadar akan pentingnya membayar zakat mal dan mereka yakin jika berprilaku baik ataupun buruk kepada orang lain, Allah akan memberikan balasan. Disisi lain culture relugiusitas di desa ini memang kuat dengan adanya pengajian-pengajian anak-anak setiap harinya, serta rutin baik mingguan ataupun bulanan untuk ibu-ibu ataupun bapak-bapak.

Kondisi desa Baktirasa menggambarkan dimana agama memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari individu seseorang ataupun bermasyarakat. Baik dorongan motif intrinsik atau dorongan dalam diri dan dorongan motif ektrinsik atau luar diri (Rakhmat, 2016). Agama merupakan salah satu karakteristik demografi yang sangat penting karena ajaran agama dapat berpengaruh terhadap persepsi, sikap dan perilaku konsumen dari penganutnya (Sumarwan, 2014). Dalam hal ini agama mempengaruhi perilaku konsumen ibu-ibu di desa Baktirasa, dimana jika nilai religiositas semakin baik maka akan menurunkan tingkat pembelian. Karena menyadari bahwa pola konsumsi dalam Islam tidak semata untuk keinginan akan tetapi kebutuhan dan maslahah.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh  (Rahmat et al., 2020) dan (Yahya et al., 2022) yang menyatakan bahwa Religiositas berpengaruh negatif terhadap keputusan pembelian. Artinya semakin baik nilai religiositas seseorang akan megurangi keinginan untuk membeli barang barang secara berlebihan. Dimana Islam melarang untuk berlaku tabdzir (pemborosan) dan Israf (berlebihan).

 

Kesimpulan

Berdasarkan temuan yang diperoleh dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1) Pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu pengajian pada saat membeli produk fashion. Artinya semakin tinggi tingkat pendapatan ibu-ibu kelompok pengajian maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian terhadap produk fashion. (2) Gaya hidup berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian ibu-ibu pengajian pada saat membeli produk fashion. Artinya semakin tinggi dorongan gaya hidup pada ibu-ibu maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian produk fashion. (3) Religiositas di desa Baktirasa berpengaruh negatif Signifikan terhadap keputusan pembelian. Artinya jika nilai religiusitas semakin tinggi maka tingkat keputusan pembelian terhadap produk fashion akan menurun atau berkurang. (5) Perilaku keputusan pembelian ibu-ibu pengajian di Desa Baktirasa belum sepenuhnya mengikuti prinsip ekonomi Islam. Meskipun memiliki nilai religiusitas tetapi gaya hidup memiliki nilai pengaruh yang lebih besar.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adesy, F. (2016). Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada.

 

Al Arif, M. N. R., & Amalia, E. (2016). Teori mikroekonomi: Suatu perbandingan ekonomi Islam dan ekonomi konvensional. Prenada Media.

 

Arsita, N. (2021). Pengaruh Gaya Hidup Dan Trend Fashion Terhadap Keputusan Pembelian Online Produk Fashion Pada Media Sosial Instagram. Jurnal Ilmu Manajemen Saburai (JIMS), 7(2), 125–131.

 

Az-Zahra, D. R., & Adullah, M. N. A. (2023). Fake Social Mobility: Sebuah Tindakan Kriminal atau Sekedar Pemaksaan Gaya Hidup Hedonisme?(Tinjauan dari Perspektif Masyarakat Bandung Raya). Istinarah: Riset Keagamaan, Sosial Dan Budaya, 5(1), 27–36.

 

Edy, I. T., Mauladi, K. F., & Efendi, Y. (2020). Analisis faktor pendapatan dan gaya hidup terhadap keputusan pembelian barang elektronik pada ud. Dewi sri elektronik lamongan. Media Mahardhika, 19(1), 124–129.

 

Hakim, L. (2012). Prinsip-prinsip ekonomi islam. Jakarta: Erlangga.

 

Hartini, K., & Inggriani, I. (2020). Pengaruh Pendapatan dan Lingkungan Sosial Terhadap Keputusan Pembelian Secara Taqsith. Al-Intaj: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(1), 94–110.

 

Kemenag. (2022). Al Qur’an Kemenag.

 

Manalu, D., & Roshinta, J. (2021). Pengaruh Gaya Hidup Dan Pendapatan Terhadap Keputusan Pembelian Starbucks Coffee Di Center Point Medan. Jurnal Ilmu Sosial Dan Politik, 1(2), 173–189.

 

Manurung, P. R. M. (2008). Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi), Edisi Ketiga. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.

 

Nasution, M. E., Muhammad Arif Mufraini, Budi Setyanto, Bey Sapta Utama, & Nurul Huda. (2015). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Kencana.

 

Pratiwi, M. I., & Patrikha, F. D. (2021). Pengaruh gaya hidup, harga dan influencer terhadap keputusan pembelian di rumah makan se’i sapiku Surabaya. Jurnal Pendidikan Tata Niaga (JPTN), 9(3), 1417–1427.

 

Rahman, A. (2002). Doktrin Ekonomi Islam. PT. Dhana Bhakti Prima Yasa.

 

Rahmat, A., Asyari, A., & Puteri, H. E. (2020). Pengaruh hedonisme dan religiusitas terhadap perilaku konsumtif mahasiswa. EKONOMIKA SYARIAH: Journal of Economic Studies, 4(1), 39–54.

 

Rakhmat, J. (2016). Psikologi Agama. Raja Grafindo Persada.

 

Setiadi, N. J., & SE, M. M. (2019). Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer pada Motif, Tujuan, dan Keinginan Konsumen Edisi Ketiga (Vol. 3). Prenada Media.

 

Solomon, M. R. (2018). Consumer behavior: buying having and being. Pearson.

 

Sukirno, S. (2013). Makroekonomi Teori Pengantar (Ketiga). Jakarta: Rajawali Pers.

 

Sumarwan, U. (2014). Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia.

 

Triadi, S., Rahayu, Y., & Kusnanto, D. (2021). Pengaruh gaya hidup dan harga terhadap keputusan pembelian handphone. Jurnal Manajemen, 13(2), 257–263.

 

Yahya, R., Harahap, I., & Nawawi, Z. M. (2022). Analisis Pengaruh Tingkat Religiusitas, Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pendidikan Terhadap Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim Kota Medan. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 8(3), 2986–2994.